Sekilas
tentang Gracia
Adalah Jorge J.E. Gracia. Dia dilahirkan
di Kuba pada tahun 1942. Di umur yang masih muda, 23 tahun, Gracia sudah
menamatkan undergraduate program B.A. dalam bidang filsafat di Wheaton College.
Di tahun berikutnya, dia melanjutkan studi graduate programnya di Universitas
Chicago dalam bidang yang sama. Dan masih di bidang yang sama, Gracia menyelesaikan
program doktoralnya di Universitas Toronto.
Mengetahui sejarah pendidikannya,
kemampuannya dalam bidang filsafat tidak diragukan lagi. Mulai dari filsafat
metafisika, historiografi filosofis, filsafat bahasa, hermeneutika, sampai
filsafat Amerika Latin sudah Gracia pahami. Selain itu, Gracia juga memberikan
perhatian khusus terhadap masalah-masalah nasionalisme, identitas, dan
sebagainya.
Dalam hal hermeneutika Gracia
dimasukkan dalam aliran hermeneutika Objektivis Cum Subjektivis. Hal itu disebabkan
oleh pemikiran Gracia sendiri yang membagi fungsi penafsiran menjadi tiga,
yaitu historical function, meaning function, dan implicative
function. Ketiga pembagian fungsi penafsiran tersebut bisa dijadikan alasan
atas penempatan Gracia di posisi tengah karena ketiga fungsi itu mencakup kedua
belah aliran. Fungsi pertama—historical function itu melahirkan
pemahaman yang objektif dan fungsi yang kedua dan ketiga melahirkan pemahaman
yang subjektif. Oleh karena itu, Gracia dimasukkan ke aliran Objetivis Cum
Subjektivis.
Menyelami
Persoalan
a.
Hermeneutika
Jorge J.E. Gracia
Sebelum memasuki
pemikiran hermeneutika Gracia, ada beberapa hal yang perlu diketahui terlebih
dahulu dari Gracia. Adalah tentang pandangan interpretasi bagi Gracia. Gracia
mendefinisikan interpretasi sebagai kumpulan dari tiga entitas, yaitu interpreter,
interpretandum, dan interpretan. Interpreter adalah seorang
penafsir. Interpretandum adalah teks yang ditafsirkan secara apa adanya
atau biasanya disebut sebagai terjemahan. Kemudian interpretan adalah
keterangan tambahan dalam penerjemahan. Dengan demikian dari ketiga entitas di
atas, bisa dipahami baha aktivitas menafsir berbefa dengan aktivitas menerjemah.
Penafsiran tidak bisa tidak melibatkan interpretan, sedangkan
penerjemahan cukup dengan interpreter dan interpretandum. Dalam
kalimat bismilah misalnya, ketika kalimat tersebut dipahami seperti ini:
dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan penyayang, maka hal itu disebut
penerjemahan. Lain lagi dengan seperti ini: dengan menyebut nama Tuhan yang Yang
Maha Pengasih atas seluruh umat manusia dan Maha Penyayang atas umat islam saja.
Pemahaman yang kedua inilah yang disebut sebagai interpretasi sebab telah
memasukkan keterangan-keterangan tambahan berupa spesifikasi kemurahan Tuhan.
Sebagai kelanjutan atas pandangannya
tentang interpretasi, dalam hermeneutikanya, Gracia banyak membicarakan tentang
fungsi interpretasi. Interpretasi memiliki tiga fungsi, yaitu historical
function, meaning function, mdan implicative function. Pertama,
interpretasi berfungsi menciptakan kembali makna yang dikehendaki author dan
yang dipahami penerima awal. Adapun metode yang dipakai untuk mengetahui makna
tersebut adalah metodenya aliran objektivis sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Kedua,
interpretasi berfungsi menciptakan makna yang sesuai dengan konteks kekinian
maupun kedisinian dan itu terlepas dari apa yang sebenarnya dikehendaki author.
Adapun asumsi dasar dari fungsi kedua ini adalah adanya pengembangan makna
dalam beberapa kata yang ada. Sehingga tidak bisa tidak hal itu berpengaruh
besar terhadap proses interpretasi. Sebagai contohnya adalah tentang konsep
adil. Sebelum Islam, keadilan adalah ketika perempuan jauh di bawah
lelaki—salah satu dampak dari budaya Arab ketika itu—kemudian Islam datang
mengangkat perempuan hanya satu tangga di bawah lelaki—itu bisa dibutkikan
dengan pembagian warisa yang menentukan bahwa perempuan hanya mendapatkan jatah
setengahnya jatah lelaki—dan itulah keadilan pada masanya. Selanjutnya seiring
berjalannya waktu dan meluasnya Islam serta berbeda-bedanya budaya yang telah
dimasuki Islam, derajat perempuan diangkat lagi menjadi sederajat dengan lelaki
sehingga hari ini dalam warisan perempuan tidak lagi mendapatkan jatah setengah
dari lelaki, tetapi seimbang dengannya dan itu jugalah keadilan. Dari contoh
tersebut, telah tersurat bahwa makna adil mengalami banyak pengembangan dan
itulah yang disebut sebagai meaning function.
Ketiga,
interpretasi
berfungsi untuk mengembangkan makna secara luas dari banyak tinjauan dan sama
sekali lepas dari hubungan semantik dengan historical function. Dengan
kalimat lain, fungsi ketiga ini berbeda dengan fungsi yang kedua: kalau fungsi
kedua mash terikat dengan semantik—bentuk pemaknaan kata berserta
pengembangannya—yang ada di fungsi pertama, sedangkan fungsi ketiga sama sekali
tidak terikat dengan itu. Fungsi ketiga bekerja secara lepas sesuai dengan
tinjaun yang digunakan. Dalam tinjauan psikologi misalnya, hal ini berguna
untuk menciptakan makna yang berhubungan dengan psikologi. Kalau dalam
al-Quran, hal itu melahirkan tafsir-tafsir psikologis.
b.
Interpretasi
menurut Gracia
Gracia membagi
interpretasi menjadi dua bagian, yaitu interpretasi tekstual dan interperetasi
nontekstual. Mengenai perbedaan, kedua model interpretasi tersebut sebenarnya
saling terkait, namun bedanya hanya pada tujuannya masing-masing. Interpretasi
tekstual adalah penafsiran terhadap teks dengan cara menambahkan
keterangan-keterangan yang dirasa penting oleh penafsir ke dalam teks yang
ditafsirkan untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu terkait teks. Pendeknya,
interpretasi tekstual bertujuan untuk menangap makna orisinil teks—makna yang
sebenarnya dikehendaki author—dan makna yang sesuai dengan kebutuhan penafsir
berbasis konteks kedisiniannya dan kekiniannya.
Selanjutnya mengenai interpretasi
nontekstual. Sebenarnya, interpretasi ini tidak bisa tidak di dasarkan pada
interpretasi tekstual, namun mempunyai tujuan lain yang berbeda dengan
interpretasi tekstualis. Kalau interpretasi tekstual, hal itu bertujuan untuk
menguak makna teks, pengembangannya, dan implikasinya. Sedangkan kalau
interpretasi nontekstual, hal itu bertujuan untuk menguak dibalik makna
tekstual.
Adapun yang dimaksud dengan dibalik
makna tekstual adalah dengan melibatkan teks-teks lainnya yang berbeda
pengarang, melakukan rekonstruksi konteks ketika teks dibentuk, menguak
pemikiran-pemikiran yang yang sama sekali tidak dikemukakan author dalam teks,
dan sebagainya. Pendeknya, interpretasi nontekstual—yang meliputi interpretasi
historis, interpretasi psikologis, interpretasi filosofis, interpretasi
saintifik, sastrawi, legal, inspirasional—itu bertujuan menciptakan makna yang
melibatkan bukan hanya makna teks yang ditafsirkan, pengembangannya, dan
implikasinya, melainkan relasi teks dengan hal-hal lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar