Selasa, 12 Mei 2015

Kamasutra


       Adalah salah satu kitab dalam Hindu yang ditulis oleh Vatsayana pada abad ke—2 M. Kitab ini muncul dalam konstruk lingkungan Hindia yang ketika itu para pemudanya kebanyakan lebih tertarik pada dunia sufi. Sebenarnya, ketertarikan seperti itu tidaklah masalah selama itu masih dalam batasan-batasan yang ada. Akan tetapi, pada kenyataan ketika itu, ketertarikan mereka pada dunia suf terlalu berlebihan sampai mereka melupakan hal-hal penting lainnya seperti, kebahagiaan materi, pemenuhan hasrat seksual, dan lain sebagainya. Sehingga, berdasarkan itu, Vatsayana merasa penting untuk menulis Kamasutra.
          Lebih dalamnya, arti sederhana dari “kama” adalah cinta, sedangkan “sutra” adalah ajaran.  Kata “cinta” erat kaitannya dengan kebahagiaan dan kata “ajaran” dekat dengan alat. Sehingga dari uraian tersebut—secara ngawur—kamasutra bisa dipahami sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan.
          Dalam ajaran Hindu ada istilah “Smrti” dan istilah “Sruti”. Pertama, itu adalah tafsir atas Sruti. Sedangkan Sruti sendiri merupakan wahyu yang dimiliki oleh Hindu. Dan di antara dua hal ituk, kamasutra masuk dalam katagori Smrti, tafsiran atas wahyu, bukan Srutinya.
          Secara mitis, istilah “kama” diambil dari salah satu nama dewa dalam Hindu. Dewa Kama adalah suami Dewi Ratih. Baik Dewa Kama maupaun Dewi Ratih, keduanya sama-sama bertugas membuat orang jatuh cinta. Diceritakan, senjata yang selalu di bawa mereka adalah panah berikut anak panahnya. Dewa Kama membawa busur panahnya yang berasal dari tebu, sedangkan istrinya membawa anak panahnya yang berasal dari madu. Kama adalah nama dari salah satu dewa dalam Hindu, yaitu dewa asmara.
          Kamasutra terdiri dari tujuh bab, tiga puluh enam sub bab, dan 1250 aforisme. Tujuh bab tersebut antara lain: pendahuluan, tentang hubungan seksual, mencari istri, hak dan kewajiban istri, istri orang lain, tentang wanita tuna susila, dan yang terakhir adalah alat dan sarana untuk menunjang kepuasaan. Dari ke tujuh bab di atas, ada poin-poin yang begitu populer, yaitu enam puluh empat posisi seks yang tercantum dalam bab dua. Bisa dikatakan juga, dari ke tujuh bab yang ada, bab kedualah yang paling diminati.
          Sekilas tentang konten kitab tersebut, satu hal yang menarik untuk diketahui adalah tentang pandangan terhadap wanita tuna susila atau pekerja seks komersial. Dewasa ini, wanita tuna susila adalah salah satu pekerjaan yang sama sekali tidak memiliki harga. Dengan lain ucapan, itu adalah pekerjaan hina dan hanya oleh orang-orang hina. Akan tetapi, bagi masyarakat tempat Vatsayana hidup, mereka—para wanita tuna susila—adalah sekelompok wanita pilihan yang dihormati. Tidak sembarang wanita bisa mendapatkan posisi tersebut. Hanya wanita-wanita yang cerdas, berpengetahuan luas, paham atas gaya-gaya seksual berikut filosofinya, dan berperilaku menariklah yang berkemungkinan mendapatan posisi tersebut. Ditentukannya persyaratan seperti itu tidak lain adalah demi tercapaianya kepuasaan pelanggan yang sempurna. Sebab tidak jarang, para pelanggan akan mengajak diskusi dan semacamnya pada wanita-wanita sewaannya sebelum menikmati kehangatan tubuhnya.
Posisi Kamasutra
        Dalam Hindu, terdapat tiga konsep tentang seks. Pertama adalah Lingga Yoni. Itu merupakan suatu simbol yang biasanya digunakan untuk sebagai arsitek tugu dan semacamnya. Bentuknya mengkrucut ke atas dan di bagian bawahnya lebar mekar seperti kelopak bunga yang tengah mekar. Bagian bawahnya merupakan simbol alat kelamin cewek, sedangkan yang mengkrucut ke atas tidak lain adalah simbol alat kelamin cowok. Jika dibawa ke Indonesia, pemandangan seperti itu bisa terlihat dalam tugu-tugu yang sering dijumpai, seperti tugu monas, tugu Jogja, dan lainnya. Tugu-tugu tersebut di bagian bawahnya lebar dan ke atasnya melancip. Dan tidak bisa tidak, arsitek semacam itu merupakan simbol dari Lingga Yoni sebagai manifestasi dari persatuan antara cowok dan cewek yang nantinya akan melahirkan peradaban.
          Kedua, adalah konsep terkait kundalini, cakra, yoga, dan karma. Secara sederhana, kundalini adalah tenaga dalam yang dimiliki setiap manusia, jika seseorang bisa mengendalikan kundalininya, maka akan muncul kekuatan yang luar biasa dari dalam dirinya. Cakra adalah bagian dari ruh yang berfungsi menggerakkan kundalini. Sedangkan yoga tidak bukan merupakan cara efektif untuk membangkitkan cakra. Selanjutnya karma, itu adalah pengontrol cakra. Dengan lain ucapan, saat seseorang banyak menerima karma, maka cakranya sulit untuk dibangkitkan. Lantas apa kaitannya dengan seks?
          Selain menggunakan yoga dan pengaturan karma yang baik, satu lagi cara efektif untuk menggerakkan kundalini atau membangkitkan tenaga dalam adalah dengan seks. Bisa dikatakan, seks adalah cara alternatif bagi seseorang untuk memulai mengoptimalkan tenaga dalamnya. Namun, meski demikian, seks yang dimaksud di atas bukanlah seks sembarang. Dan kalau dibawa ke wilayah kamasutra, itu adalah seks yang dengannya seseorang bisa mencapai cinta ilahi: yang mulanya nafsu birahi menjadi cinta ilahi.
          Adapun yang ketiga adalah konsep kamasutra dan di sinilah posisi diskusi kita kali ini. Sebagaimana yang usai dijelaskan sebelumnya, kamasutra adalah salah satu konsep seks yang banyak menawarkan gaya-gaya terkait praktek seksual. Selain itu, juga menawarkan suatu pandangan tentang seks, istri, sarana seks, dan semacamnya. Dan modus kamasutra sendiri adalah dari passion, love, dan compassion. Diharapkan, dengan kamasutra seseorang bisa mencapai compassionnya atau mencapai tingkatan kasih, yaitu tingkatan mencintai seseorang karena kecintaannya pada Tuhan. Akan tetapi, sebelum mencapai itu, dia harus melewati passion dan love. Sederhananya, passion hanyalah berhubungan seks sebagai pemenuhan hasrat belaka. Dengan lain ucapan, dia berhubungan seks tanpa didasari rasa sayang sama sekali terhadap pasangannya. Dan di titik itu pulalah, passion berbeda dengan love. Love menuntut seseorang untuk tidak berhubungan seks tanpa dilandasi rasa sayang. Kira-kira itulah sekilas tentang modus berpikir kamasutra.
Basis Filosofi
          Satu lagi postulasi yang mendasari ditulisnya kamasutra adalah persepsi terkait tubuh dan seks. Bagi vatsayana, tubuh adalah area suci para dewata yang karenanya, itu tidak boleh disakiti ataupun disia-siakan. Tubuh disebut sebagai area suci sebab memang itulah tempat bersemayamnya Tuhan atau yang dalam ajaran Hindu disebut Atman. Selain itu, menurut Vatsayana, Tubuh juga merupakan suatu entitas yang memiliki eksistensi sendiri, tubuh juga butuh kesenangan-kesenangan. Persepsi sebelumnya yang memandang tubuh hanyalah wadah ruh yang boleh sekali disakiti demi kebahagiaan batin sama sekali ditolak Vatsayana. Tubuh bukanlah sekedar alat untuk memenuhi kepentingan akal ataupun jiwa. Tubuh memiliki kepentingan dan keinginan sendiri untuk dipenuhi. Kira-kira itu.
          Selanjutnya adalah persepsi tentang seks. Bagi Vatsayana, seks itu seni dan juga sakral. Dikatakan seni karena itu bukan saja gerak tubuh yang kepentingannya hanya untuk tubuh, tetapi juga berdampak luar biasa pada wilayah psikologi manusia. Dan disebut sakral sebab itulah media Tuhan untuk menciptakan manusia. Di wilayah lain, seks merupakan satu bagian dari empat tingkatan penting untuk mencapai moksa. Adalah kama, bagian kedua setelahy artha. Pendeknya, untuk mencapai moksa, seseorang harus memenuhi kebutuhan seksualnya terlebih dahulu. Dengan demikian, berbasis itu semua, Vatsayana berani memutuskan untuk menuliskan kamasutra sesuai modusnya yang usai diuraikan tadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar