Baru beberapa menit ini, secara tidak sengaja, saya mendengar
perbincangan yang cukup seru dan terkesan saling mendahulukan kepentingan
pribadi masing-masing di salah satu saluran televisi populer. Di dalamnya
tersiarkan, antara narasumber dari FPI, moderator—yang sekaligus pembawa
beritanya—dan satu lagi seorang pengamat politik, entah siapa, saya lupa
namanya. Permasalahan yang dibahas di dalamnya adalah tentang retaknya hubungan
diplomatis antara Australia dengan Indonesia. Dan dari perbincangan singkat itu,
terlihat, pembawa berita sedikit tidak sepakat dengan solusi yang
dikoar-koarkan dari pihak FPI yang tadi dikatakan adalah sebagai perwakilan
dari rakyat Indonesia. Dalam hal ini, FPI hanya memberi satu solusi, yaitu
pemutusan hubungan dengan Australia dalam hal apapun. Dan jika besok ada
kebijakan-kebijakan diplomatis dari pihak Australia, perlu diklarifikasi dengan
cermat mengenai tulus-tidaknya kebijakan itu. Indonesia harus tegas dalam hal
ini.
Menyikapi masalah itu, saya lebih suka akan reaksi geram pembawa
berita kepada narasumber dari FPI barusan. Tindakan itu setidaknya menyiratkan
ketidaksepakatannya dengan solusi dari FPI yang terlalu normatif. Alangkah
lebih baiknya, jika dalam masalah ini mereka bisa menanggapinya dengan
spekulasi yang berbeda tentang Australia.
Dalam pengamatan saya, dari berbagai pakar yang banyak berbicara di
media-media masa, mereka memandang permasalahan ini dengan hati yang menyimpan
rasa dendam kepada Australia sehingga pemikiran yang dihasilkan pun bernuansa
geram. Dan hal itu menyebabkan lahirnya solusi-solusi yang geram pula. Bagi saya,
sesuatu yang geram itu bukanlah solusi, tetapi justru masalah baru.
Upaya pertama yang lebih baiknya diberi penekanan adalah mengenai
bentuk konkrit kerugian negara dari kejadian ini. Jika bentuk kerugian negara
hanya sebatas hilangnya harga diri, sepertinya kurang tepat jika kita membalas
mereka dengan tindakan fisik seperti pemberhentian hubungan diplomatis secara
total. Kemudian, jika bentuk kerugiannya berupa nominal, perlu kiranya kita
bandingkan dengan kerugian nasional akibat ulah kreatif para tikus bangsa, dan
jika ternyata tidak lebih banyak darinya, maka kurang bijaksana juga kalau
penutupan jembatan pendidikan, bisnis, dan lain sebagainya harus dilanjutkan. Dengan
demikian, perlu adanya sesuatu yang lebih dingin untuk menghadapi permasalahan
yang jarang terjadi ini.
Itu adalah tentang keberanian kita untuk memandang bentuk
permasalahan ini dengan kedua mata. Dalam hal ini permasalahannya adalah
penyadapan. Penyadapan bukanlah serangan fisik yang langsung melukai semua
rakyat. Akan tetapi itu bersifat sangat rahasia dan bahkan tidak terlihat,
abstrak. Selain itu, korbannya pun hanyalah beberapa oknum yang dipandang
sangat berpengaruh di Nusantara ini. Sehingga, darinya, seolah Indonesia ini
hanyalah milik beberapa orang, dan ketika beberapa orang tadi sedikit saja
dilukai, semua rakyat harus mengatakan bahwa yang dilukai adalah negara, tetapi
nyatanya tidak.
Jadi, alangkah lebih bijaksananya, jika untuk menghadapi masalah
yang terpantik dari sesuatu yang abstrak ini, kita juga menggunakan sesuatu
yang abstrak pula. Bagaimana caranya? Dalam pandangan saya, kita tidak perlu
memutus hubungan apapun dengan mereka. kita mengalir saja, seolah tidak ada
masalah yang serius. Akan tetapi bukan berarti kita diam saja, kita perlu
menengok kepada taktik ngambek ala pemuda-pemudi tanah air dewasa ini.
Ketika semua dipandang baik-baik saja, kita mulai menjalankan taktik tersebut
dengan memilih cuek terhadap apapun yang mereka suarakan, baik itu masalah
politik, permintaan bantuan, ekspor, impor, militer, dan sebagainya. Konkritnya,
ketika dari pihak sana meminta ekspor apapun yang mereka sangat membutuhkannya
atau tentang bantuan militer, Indonesia hanya perlu menumpuk surat diplomasi tersebut
tanpa perlu membukannya, begitu juga lainnya. Sehingga, dengan tanpa dipandang
kaku, kita sudah perlahan bisa membalas aksi abstrak mereka.
Pada akhirnya, dengan tindakan bawah tanah itu, boleh jadi hubungan
diplomasi kedua negara akan tampak dan dipandang baik-baik saja, tidak ada masalah.
Akan tetapi, dibalik itu, kita bisa memberi mereka sebuah kekecewaan yang lebih
dalam dari apa yang sekarang presiden rasakan. Dalam tanda kutip, semua itu
harus dibarengi dengan profesionalitas yang konsisten dari segenap masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar