Selama
ini, sering diketahui bahwa ucapan terakhir Muhammad SAW. sebelum menghembuskan
napas akhirnya adalah ummati, ummati, dan ummati (Muhammad
Muhibuddin, 2013: 7). Hal tersebut seakan sudah sampai di telinga kebanyakan
orang sehingga banyak juga interpretasi mengenai makna lain yang tersirat dari
ungkapan simpel itu. Ada yang memandang itu adalah satu potret ideal bagaimana
seorang pemimpin itu harus menjadi dan beraksi. Selain itu, ada juga yang
menilai—dengan itu—Muhammad adalah satu-satunya manusia yang layak dan pantas
menempati tempat pertama di antara 99 manusia lainnya yang paling berpengaruh
dalam sejarah versinya Bapak Michael Hart.
Namun,
jika ditelaah lebih dalam mengenai kebenaran akan ucapan terakhir Muhammad
SAW., maka ada sesuatu yang berbeda. Itu adalah tentang kata itu sendiri. dalam
hadistnya Ahmad bin Hanbal dalam Masnadnya jilid II: 300, tertulis dengan jelas
bahwa ucapan terakhir nabi bukanlah ummati, tetapi al-rofiq al-a’la
min al-jannah. Dan dalam hal ini, ketika dilihat dengan kacamata lain, akan
ada sesuatu yang lain pula.
Adalah
tentang pengertian ucapan terakhir nabi tersebut. Keluar dari konteks makna
filosofis—sebagaimana versi ummati diinterpretasikan—lafadz al-rofiq al-a’la
min al-jannah, menurut Bapak Muhdlir memiliki konsep yang sangat dalam,
bahkan melebihi dalam dan banyaknya makna tersirat yang disiratkan banyak
pemikir tentang makna ummati dalam versi sebelumnya. Hal tersebut
diartikan sebagai satu konsep baru tentang teologi. Dan diyakini, itu memiliki rate
yang sama dengan konsep teologi yang sampai saat ini jamak dianut dalam
kristen.
Dalam
Kristen, dikenal ada Tuhan Bapa dan Tuhan Anak. Keduanya, meski dipandang
sama-sama Tuhan, tetapi ada unsur hierarkinya. Dalam arti, antara anak dan
bapak, keduanya memiliki derajat yang berbeda. Anak harus lebih menghormati
bapanya, begitu juga dengan bapa harus menghargai anaknya. Keduanya berbeda
derajat. Itu semua tentang konsep Teologi yang ada dalam kristen dengan satu
nabinya, Isa Al-Masih.
Kemudian,
beralih kepada konsep teologi dalam Islam yang berbasis pada ucapan terakhir
Muhammad SAW. di atas. Al-rofiq al-a’la min al-jannah sama artinya
dengan teman yang luhur dari surga. Dan hal itu menyebabkan ucapan tersebut
dipahami sebagai sebuah konsep baru, yaitu Tuhan Teman. Mudahnya, berdasar
kepada ucapan terakhir itu, Muhammad SAW. sepertinya layak dijadikan Tuhan
kedua setelah Allah.
Sehingga
dari kedua konsep ketuhanan di atas, sebenarnya, trinitas—yang selama
ini populer dalam kristen—juga ada dalam Islam. Hanya saja, keduanya memiliki titik
perbedaan, yaitu dalam hal hierarkinya. Jika dalam Islam, maka hierarkinya itu
setara: antara Tuhan Teman—Muhammad SAW.—dan Allah memiliki derajat layaknya
sejoli teman. Sedangkan, dalam kristen memiliki hierarki yang tidak setara,
yaitu antara anak dan bapa. Dengan demikian, jika berbasis kepada catatan ini,
antara Islam dan Kristen tidaklah berbeda perihal konsep ketuhannya: Tuhan
Teman dan Tuhan Anak.
Menanggapi
itu, dalam hemat saya, kedua konsep itu tidak jauh berbeda dengan cerita-cerita
mengenai wihdatulwujud yang sering digambarkan sebagai alirannya Syaikh
Siti Jenar. Dalam wilayah lain, keduanya lebih sesuai jika dipahami sebagai
bentuk tasawuf dari Muhammad SAW. dan Isa Al- Masih. Akan tetapi, seandainya
keduanya dibandingkan pun, sepertinya Muhammad SAW. lebih sesuati untuk
dijadikan Tuhan Teman daripada Isa Al-Masih sebagai Tuhan Anak. Entahlah.Zev211113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar