Selama ini, menurut beberapa kalangan, Islam
adalah salah satu institusi yang syarat dengan ilusi-ilusi dan harapan-harapan
yang menggiurkan. Salah satu contoh simpelnya adalah hadiah yang luar biasa
yang akan diberikan untuk setiap muslim yang telah menunaikan sholat fajar.
Adalah hadiah dunia dan seisinya. Secara nalar—bukan secara simbolis—hal itu
cukup mengeherankan: bagaimana seseorang dengan hanya sholat dua rakaat
prasubuh bisa mendapat dunia seisinya. Dan bisa jadi,andai ketika dulu marx
masih tau mengenai hal tersebut, pasti teori tentang agamanya—yang sangat
menipu—akan lebih heboh dari yang sudah ada sekarang ini.
Menilik keadaan masyarakat tempat Marx dulu hidup
yang kebanyakan orang-orang miskinnya adalah orang-orang yang taat beragama,
hal di atas cukuplah masuk akal. Dalam arti dengan harapan dan janji-janji yang
sangat menggiurkan tersebut, seseorang akan merasa cukup dengan beribadah saja
tanpa perlu memikirkan bagaimana janji-janji yang dikoarkan tadi bisa
benar-benar terealisasikan. Sehinga dampak yang ada cukup jelas dan nyata:
kebanyakan dari mereka tidak mau bekerja dan berjuang demi nasib mereka. Dan
andai agama yang berkembang pada saat itu adalah Islam, para muslim ketika itu
hanyalah sholat dluha dan dluha tanpa harus diimbangi dengan bekerja, belajar,
dan melihat peluang. Kira-kira seperti itulah gambaran mengenai betapa
menipunya janji-janji yang diberikan sebuah
agama tempo itu.
Namun, jika hal di atas dilihat dari perspektif
lainnya, kesimpulan yang dilahirkan pasti akan berbeda. Itu bisa dibuktikan
dengan sejenak merenung tentang hukum timbal balik. Sudah banyak diketahui
bahwa—dari hukum ini—apapun yang baik pasti akan dibalas dengan baik, begitu
juga sebaliknya. Akan tetapi, dari idealitas tersebut muncul beberapa
permasalahan-permasalahan yang ternyata tidak cukup jika hanya menggunakan
nalar secara materi saja. Adalah tentang ketidaksesuaiannya kenyataan dengan
harapan-harapan yang sudah terbungkus dengan usaha yang baik. Dan di sinilah
letak permasalahannya: mengapa masih saja hasilnya tidak sesuai dengan harapan,
padahal semua usaha-usaha yang baik dan luar biasa sudah dilakukan. Dengan
demikian, kelihatannya dari keadaan yang seperti ini, fungsi agama yang tadi
dikatakan hanyalah sebuah ilusi mulai nampak.
Masih mengenai itu, di dalam Islam, lebih tepatnya
dalam Quran surat al-a’raf: 40—42 dijelaskan bagaimana sebuah kejahatan pasti
akan dibalas dengan kejahatan—baik itu terjadi di alam ini ataupun tidak—begitu
juga sebaliknya, kalau memang hasil dari sesuatu yang sudah diusahakan
dengan masihlah jelek, maka hasil yang
lebih baik pasti akan didapat di alam selanjutnya atau berupa kebaikan lainnya
yang setara dengan semua usaha-usaha yang pernah dilakukan. Jadi, ketika
dipandang dari sudut pandang ini, meski sekilas memang terkesan ilusi, fungsi
agama sangatlah besar untuk menjawab kegundahan jiwa manusia yang notabennya
adalah manusia yang lemah dan rapus. Minimal, dengan adanya hal ini, siapa saja
yang telah berusaha sekuat tenaga dan masih saja tidak menghasilkan apapun,
mereka masih bisa tenang dan nyaman. Sebab mereka masih memiliki harapan dan
keyakinan kalau pasti semuanya akan terbalas. Dan kira-kira itulah fungsi hebat
dari sesuatu yang dulu pernah dikata hanyalah sebuah ilusi belaka.
Zev110214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar