
Menurut beberapa analisa, mushaf yang sekarang
diklaim sebagai mushaf tertua tersebut adalah karya tulis dari murid—ntah murid
yang ke berapa—Muad bin Jabal. Diceritakan, dulu Muhammad pernah mengutus Muad
bin Jabal untuk berdakwah di Yaman. Di Yaman, Muad membangun sebuah masjid
tempat mushaf san’a ditemukan. Dan boleh jadi, berangkat dari masjid inilah
Muad aktif mengajar masyarakat setempat tentang Quran, sehingga dari ilmu yang
diperoleh dari Muad inilah, ada dari muridnya yang menulis ulang Mushaf yang
dibawa Muad, lalu disimpan di bawah lantai masjid, dan setelah berabad-abad,
barulah 42 tahun silam mushaf klasik itu ditemukan.
Di sisi lain, masih satu rel dengan itu, dalam
surat al-A’raf: 52, sudah jelas disinggung tentang bagaimana seharusnya manusia—selaku
objek utama dari Quran—merespon ayat-ayat Quran. Hal itu Dijelaskan bahwa tidak
seharusnya manusia hanya menunggu bukti-bukti tentang kebenaran Quran
sampai-sampai—tertulis—mereka hanya menunggu hari kiamat datang baru percaya
kalau Quran adalah benar dari Allah datangnya. Secara tersirat, ayat itu adalah
sebagai symbol supaya penelitian ilmiah tentang kebenaran Quran selalu ada dan
dikembangkan. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan pencapaian beberapa
missionaris di atas, maka kedua hal tersebut sangatlah terkait. Namun,
sayangnya bukanlah manusia muslim yang mampu lebih dulu mengusahakan perihal
penelitian tentang kemurnian kitab sucinya sendiri. Dari fakta yang ada,
mengenai penemuan mushaf San’a di masjid San’a, sepertinya aplikasi ayat 52
surat al-A’raf ini benar-benar sudah mulai berproses.zev130214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar