Kali
pertama ungkapan ini terdengar adalah dari salah satu buku Sankara, seorang
tokoh berpengaruh dalam Hindu di India, yang menempatkan Tuhan sebagai objek
kajian utamanya dalam bukunya tersebut. Di dalamnya, ungkapan di atas
diletakkan di bagian paling depan di bab terdepan. Lebih tepatnya, itu berada
dalam sebuah pembahasan tentang bagaimana seseorang berpotensi menggapai Tuhan
secara live tanpa embel-embel apapun. Dan tersangkut di dalamnya juga surge dan
neraka yang notabenya tak lain hanyalah sebagai reward atau balasan dari apapun yang pernah dilakukannya di dunia.
Sehingga kesimpulan simpelnya: jika seseorang sudah berhasil mendekati
Tuhan—dengan cara apapun itu—pasti reward dari kehidupannya itu juga akan turut
terkatrol.
Kedua kalinya, ketika ungkapan itu dipahami, tidak
ada sedikitpun yang istimewa darinya kecuali sebuah kenyataan kalau memang ikan
itu tidak membutuhkan sebuah daratan. Namun, jika kita kupas lebih teliti lagi,
maka ada sebuah pengertian yang baru tentang surga di dalamnya. Dan mungkin
pengertian itulah yang menjadi alasan utama mengapa tulisan ini harus ada.
Selama ini, surga dipandang dan dibayangkan
hanyalah sebagai sebuah tempat tanpa penderitaan, tanpa kesedihan, tanpa hawa
nafsu, dan tanpa lain-lainnya. Minimal, menurut pendapat yang lebih bisa
dipertanggung jawabkan, surga itu adalah sebuah tempat yang ada sungai mengalir
di setiap sudutnya meskipun tidak ada yang tahu bagaimanakah penafsiran yang
baik tentang sungai yang mengalir tersebut. Namun, ketika dalam memaknai surga
dengan berkaca pada ungkapan ini, surga bukan lagi sesuatu yang butuh pada
penafsiran yang disama-samakan dengan apapun yang paling diinginkan di dunia.
Lebih detailnya, itu tertulis: ketika tiada lagi
daratan untuk ikan. Dalam arti, ketika memang semuanya hanya tinggal laut,
tiada daratan, dan tiada lagi kehidupan makhluk darat, maka satu-satunya yang
berkuasa adalah ikan karena memang hanya kelompok merekalah yang masih hidup.
Begitu juga dengan surga, akan lebih tepat jika surga dibayangkan sebatas
ketika hanya seorang itulah yang memilikinya. Boleh jadi, hal itu juga disebut
sebagai simbol keserakahan manusia. Sebab, sesuatu yang terbayangkan adalah
apapun dan dimanapun itu miliknya. Surga itu keserakahan meskipun statusnya
adalah sebagai reward.zev050214
Tidak ada komentar:
Posting Komentar