Saya pernah berfikir
singkat tentang seputing rokok yang menyala. Ternyata rokok akan tampak begitu
keren jika dilihat saat menyela dan ketika sedang dihisap oleh para perokok.
Karena dalam keadaan seperti itu sajalah rokok menjadi rokok yang sebenarnya:
sesuatu yang menenangkan. Dan ini
benar-benar mengingatkan saya pada sebuah tulisan bijaksana: seekor singa akan
tampak begitu tampan saat mengejar mangsanya.
Singa membutuhkan mangsa untuk menjadi
singa yang waw dan keren. Rokok pastinya juga membutuhkan api untuk bisa
dinikmati oleh para pecandu hingga akhirnya menjadi rokok yang benar-benar
rokok. Jadi, secara sederhana dapat saya simpulkan: bahwa rokok itu tidak ada
tanpa adanya api. Karena rokok tanpa api akan kehilangan sisi paling vitalnya,
bagaikan rusa yang telah tertikam jantungnya oleh singa, mati, sirna, dan tidak
ada.
Dari pemikiran sederhana itu, saya
menjadi berfikir dua kali, ketika ruang pikir itu saya hubungkan dengan
keberadaan Tuhan. Bagaimana nasib Tuhan yang biasanya disebut sebagai sang
Kholik tanpa hadirnya sang makhluk. Jawaban sementara saya tentang ini adalah
sama dengan judul artikel ini: Tuhan masih membutuhkan kita. Karena jika kita
mengaca dari paragraf saya di atas, sesuatu tanpa adanya sesuatu lainnya dimana
fungsinya adalah wajib, maka tidak adanya adalah juga ketidakdianggapannya.
Bagaikan seputing rokok tanpa api, ketiadaannya mungkin lebih tepat dari pada keberadaannya
namun tidak berfungsi sebagaimana fungsinya. Begitu pula dengan Tuhan, tanpa
adanya ciptaannya, dengan alasan apa, Dia layak disebut sebagai Sang Pencipta,
toh makhluknya saja tidak ada.
Seseorang disebut tampan, disebut
pinter, disebut putih karena ada seorang lainnya yang jelek, seorang lainnya
yang bodoh, dan seorang lainnya yang hitam. Semuanya ada karena adanya sesuatu
lainnya, tak terkecuali Tuhan. Sehingga dari satu alasan ini dan dari satu sisi
ini, Tuhan memang masih membutuhkan kita, selaku Makhluknya.15072013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar