Sudah kesekian kalinya saya mendapat
sesuatu yang benar-benar meyakikan saya: semua ini dari-Nya. Kemaren selepas
saya dan teman-teman kelompok untuk materi ketauhidan diskusi, saya membawa
mereka sejenak masuk dalam alam pikirku. Pikiran-pikiran nakalku sebagian aku
ceritakan pada mereka. Komentar pun banyak yang datang. Dari pihak laki-laki
tersirat dari wajahnya mereka mengangguk tanda sepakat dengan saya. Akan tetapi
wajahnya masih kelihatan terbingungkan. Berbeda dengan pihak cowok, pihak cewek
lebih mengedepankan keacuhan mereka. Mereka masih yakin seyakinm-yakinnya akan
ego baiknya masing-masing.
Adalah tentang menyegarkan sejarah
keislaman kita. Mayoritas keislaman muslim Indonesia adalah turunan, kebanyakan dari mereka
menganggap agama adalah sebatas keyakinan. Sehingga jika keyakinan itu disentuh
sama artinya dengan tidak beragama. Anggapan yang sempit. Dalam bahasanya bapak
Ulil Absor Abdalla: Islam itu bukanlah batu pahatan di abad 6 masehi, yang
tidak boleh tersentuh oleh siapapun.
Saya menyederhanakannya sebagai upaya
untuk mengislamkan sejarah keislaman kita. Kita perlu tahu ada apa dibalik
agama ini. Dan bukan hanya sekedar tahu, tetapi terlibat secara langsung dalam
perjalanan pencarian keislaman kita.
Dan dari bukunya bapak HAMKA, saya
menemukan titik temu dialog saya dengan Dia. Seolah sebelum bapak HAMKA
menuliskan bukunya tentang “Filsafat Ketuhanan”, beliau sudah tahu kalau akan
ada hari ini. hari dimana ada seseorang yuang sangat mengharapkan jawaban atas
yang selama ini diragukannya. Itu ada dalam bukunya beliau.
Dengan sangat yakin beliau membedakan
antara iman dengan taklid. Iman tidak cukup dengan adanya keyakinan dalam hati,
tetapi harus ada perjalanan untuk melegitimasi keimanan tersebut, sehingga
bertemu pada sebuah pemberhentian. Sejauh-jauh pikiran manusia berjalan pasti
akan menemui titik pemberhentian. Dan itulah yang HAMKA sebut sebagai sesuatu
Yang Ada. Ketika kita sudah terlibat dalam perjalanan itu, baru kita bisa berkata: kita iman.
Ketika iman tadi hanya berhenti dan
vakum dalam hati, tiada perjalanan, tiada upaya untuk mengetahui lebih dalam,
sudah pasti itu bukanlah iman, tetapi taklid. Saya masih belum iman dalam arti
sebenarnya.
Selepas sejenak belajar dari bapak
HAMKA, keraguan saya semakin berkembang biak dalam benak. Ternyata ada banyak
orang-orang di luar sana yang sama dengan saya.
Namun, tidak lama paska momen itu,
saya agak berfikir tentang salah satu ayat dalam surat Ali Imran ayat 78-81. Semua
ayat itu paralel bak bocoran dalam soal ujian saya kali ini. Iya saya menemukan
sesuatu yang menarik dari keempat ayat tersebut. Dan mungkin kalau pikiran
nakal ini tidak menuntun saya, keempat ayat luar biasa itu hanyalah sebatas
ayat yang mendapat pahala jika dibaca. Ini tidak demikian. Semua ajaran murni
dalam agama-agama pra islam, kurang tepat jika dikata salah. Semuanya mengarah
pada keesaan Tuhan. Tetapi kurang tepat juga jika sekarang semua ajaran itu
dikata benar.zev.190913
Tidak ada komentar:
Posting Komentar