Adalah salah satu kitab dalam Hindu
yang ditulis oleh Vatsayana pada abad ke—2 M. Kitab ini muncul dalam konstruk
lingkungan Hindia yang ketika itu para pemudanya kebanyakan lebih tertarik pada
dunia sufi. Sebenarnya, ketertarikan seperti itu tidaklah masalah selama itu
masih dalam batasan-batasan yang ada. Akan tetapi, pada kenyataan ketika itu,
ketertarikan mereka pada dunia suf terlalu berlebihan sampai mereka melupakan
hal-hal penting lainnya seperti, kebahagiaan materi, pemenuhan hasrat seksual,
dan lain sebagainya. Sehingga, berdasarkan itu, Vatsayana merasa penting untuk
menulis Kamasutra.
Lebih dalamnya, arti sederhana dari
“kama” adalah cinta, sedangkan “sutra” adalah ajaran. Kata “cinta” erat kaitannya dengan kebahagiaan
dan kata “ajaran” dekat dengan alat. Sehingga dari uraian tersebut—secara ngawur—kamasutra
bisa dipahami sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan.
Dalam ajaran Hindu ada istilah “Smrti”
dan istilah “Sruti”. Pertama, itu adalah tafsir atas Sruti. Sedangkan Sruti
sendiri merupakan wahyu yang dimiliki oleh Hindu. Dan di antara dua hal ituk,
kamasutra masuk dalam katagori Smrti, tafsiran atas wahyu, bukan Srutinya.
Secara mitis, istilah “kama” diambil
dari salah satu nama dewa dalam Hindu. Dewa Kama adalah suami Dewi Ratih. Baik
Dewa Kama maupaun Dewi Ratih, keduanya sama-sama bertugas membuat orang jatuh
cinta. Diceritakan, senjata yang selalu di bawa mereka adalah panah berikut
anak panahnya. Dewa Kama membawa busur panahnya yang berasal dari tebu,
sedangkan istrinya membawa anak panahnya yang berasal dari madu. Kama adalah
nama dari salah satu dewa dalam Hindu, yaitu dewa asmara.
Kamasutra terdiri dari tujuh bab, tiga
puluh enam sub bab, dan 1250 aforisme. Tujuh bab tersebut antara lain: pendahuluan,
tentang hubungan seksual, mencari istri, hak dan kewajiban istri, istri orang
lain, tentang wanita tuna susila, dan yang terakhir adalah alat dan sarana untuk
menunjang kepuasaan. Dari ke tujuh bab di atas, ada poin-poin yang begitu
populer, yaitu enam puluh empat posisi seks yang tercantum dalam bab dua. Bisa
dikatakan juga, dari ke tujuh bab yang ada, bab kedualah yang paling diminati.
Sekilas tentang konten kitab tersebut,
satu hal yang menarik untuk diketahui adalah tentang pandangan terhadap wanita
tuna susila atau pekerja seks komersial. Dewasa ini, wanita tuna susila adalah
salah satu pekerjaan yang sama sekali tidak memiliki harga. Dengan lain ucapan,
itu adalah pekerjaan hina dan hanya oleh orang-orang hina. Akan tetapi, bagi
masyarakat tempat Vatsayana hidup, mereka—para wanita tuna susila—adalah
sekelompok wanita pilihan yang dihormati. Tidak sembarang wanita bisa
mendapatkan posisi tersebut. Hanya wanita-wanita yang cerdas, berpengetahuan
luas, paham atas gaya-gaya seksual berikut filosofinya, dan berperilaku
menariklah yang berkemungkinan mendapatan posisi tersebut. Ditentukannya
persyaratan seperti itu tidak lain adalah demi tercapaianya kepuasaan pelanggan
yang sempurna. Sebab tidak jarang, para pelanggan akan mengajak diskusi dan
semacamnya pada wanita-wanita sewaannya sebelum menikmati kehangatan tubuhnya.
Posisi
Kamasutra
Dalam Hindu, terdapat
tiga konsep tentang seks. Pertama adalah Lingga Yoni. Itu merupakan suatu
simbol yang biasanya digunakan untuk sebagai arsitek tugu dan semacamnya.
Bentuknya mengkrucut ke atas dan di bagian bawahnya lebar mekar seperti kelopak
bunga yang tengah mekar. Bagian bawahnya merupakan simbol alat kelamin cewek,
sedangkan yang mengkrucut ke atas tidak lain adalah simbol alat kelamin cowok.
Jika dibawa ke Indonesia, pemandangan seperti itu bisa terlihat dalam tugu-tugu
yang sering dijumpai, seperti tugu monas, tugu Jogja, dan lainnya. Tugu-tugu
tersebut di bagian bawahnya lebar dan ke atasnya melancip. Dan tidak bisa
tidak, arsitek semacam itu merupakan simbol dari Lingga Yoni sebagai
manifestasi dari persatuan antara cowok dan cewek yang nantinya akan melahirkan
peradaban.
Kedua, adalah konsep terkait kundalini,
cakra, yoga, dan karma. Secara sederhana, kundalini adalah tenaga dalam yang
dimiliki setiap manusia, jika seseorang bisa mengendalikan kundalininya, maka
akan muncul kekuatan yang luar biasa dari dalam dirinya. Cakra adalah bagian
dari ruh yang berfungsi menggerakkan kundalini. Sedangkan yoga tidak bukan
merupakan cara efektif untuk membangkitkan cakra. Selanjutnya karma, itu adalah
pengontrol cakra. Dengan lain ucapan, saat seseorang banyak menerima karma,
maka cakranya sulit untuk dibangkitkan. Lantas apa kaitannya dengan seks?
Selain menggunakan yoga dan pengaturan
karma yang baik, satu lagi cara efektif untuk menggerakkan kundalini atau
membangkitkan tenaga dalam adalah dengan seks. Bisa dikatakan, seks adalah cara
alternatif bagi seseorang untuk memulai mengoptimalkan tenaga dalamnya. Namun,
meski demikian, seks yang dimaksud di atas bukanlah seks sembarang. Dan kalau
dibawa ke wilayah kamasutra, itu adalah seks yang dengannya seseorang bisa
mencapai cinta ilahi: yang mulanya nafsu birahi menjadi cinta ilahi.
Adapun yang ketiga adalah konsep
kamasutra dan di sinilah posisi diskusi kita kali ini. Sebagaimana yang usai
dijelaskan sebelumnya, kamasutra adalah salah satu konsep seks yang banyak
menawarkan gaya-gaya terkait praktek seksual. Selain itu, juga menawarkan suatu
pandangan tentang seks, istri, sarana seks, dan semacamnya. Dan modus kamasutra
sendiri adalah dari passion, love, dan compassion. Diharapkan,
dengan kamasutra seseorang bisa mencapai compassionnya atau mencapai
tingkatan kasih, yaitu tingkatan mencintai seseorang karena kecintaannya pada
Tuhan. Akan tetapi, sebelum mencapai itu, dia harus melewati passion dan love.
Sederhananya, passion hanyalah berhubungan seks sebagai pemenuhan hasrat
belaka. Dengan lain ucapan, dia berhubungan seks tanpa didasari rasa sayang
sama sekali terhadap pasangannya. Dan di titik itu pulalah, passion berbeda
dengan love. Love menuntut seseorang untuk tidak berhubungan seks tanpa
dilandasi rasa sayang. Kira-kira itulah sekilas tentang modus berpikir
kamasutra.
Basis
Filosofi
Satu lagi postulasi yang mendasari
ditulisnya kamasutra adalah persepsi terkait tubuh dan seks. Bagi vatsayana,
tubuh adalah area suci para dewata yang karenanya, itu tidak boleh disakiti
ataupun disia-siakan. Tubuh disebut sebagai area suci sebab memang itulah
tempat bersemayamnya Tuhan atau yang dalam ajaran Hindu disebut Atman. Selain
itu, menurut Vatsayana, Tubuh juga merupakan suatu entitas yang memiliki
eksistensi sendiri, tubuh juga butuh kesenangan-kesenangan. Persepsi sebelumnya
yang memandang tubuh hanyalah wadah ruh yang boleh sekali disakiti demi
kebahagiaan batin sama sekali ditolak Vatsayana. Tubuh bukanlah sekedar alat
untuk memenuhi kepentingan akal ataupun jiwa. Tubuh memiliki kepentingan dan
keinginan sendiri untuk dipenuhi. Kira-kira itu.
Selanjutnya adalah persepsi tentang
seks. Bagi Vatsayana, seks itu seni dan juga sakral. Dikatakan seni karena itu
bukan saja gerak tubuh yang kepentingannya hanya untuk tubuh, tetapi juga
berdampak luar biasa pada wilayah psikologi manusia. Dan disebut sakral sebab
itulah media Tuhan untuk menciptakan manusia. Di wilayah lain, seks merupakan
satu bagian dari empat tingkatan penting untuk mencapai moksa. Adalah kama,
bagian kedua setelahy artha. Pendeknya, untuk mencapai moksa, seseorang harus
memenuhi kebutuhan seksualnya terlebih dahulu. Dengan demikian, berbasis itu
semua, Vatsayana berani memutuskan untuk menuliskan kamasutra sesuai modusnya
yang usai diuraikan tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar