Istilah ini sering disejajarkan dengan
istilah “Samurai”. Jika “Samurai” sering dipahami sebagai pelayan atau pejuang,
maka “Bushido” adalah jalan hidup pelayan atau pejuang tersebut. Dengan lain
ucapan, istilah ini berada di bagian sistem etika sosial, sedangkan “Samurai”
berada di kelas sosialnya. Lebih jauh, dalam hal ini, Jepang memiliki empat
kelas sosial, yaitu Shi atau Samurai itu sendiri, No atau petani, Ko atau
pengrajin, dan Sho atau pedagang. Oleh karenanya, itu wajar mengapa Samurai
dikatagorikan sebagai sistem kelas sosial di Jepang.
Bushido sebagai sistem etika sosial di
Jepang memuat tiga esensi penting. Adalah harmoni sosial, harmoni individu, dan
loyalitas total. Pertama, itu adalah pengaruh dari Konfusianisme. Konfusianisme
banyak membicarakan tentang harmoni sosial, bagaimana menghargai sesama,
komitmen dengan apa yang sudah kita sepakati dengan orang lain, dan sebagainya.
Kedua, itu terpengaruh oleh Zen Budhisme. Itu bisa diamati dengan bagaiman Zen
begitu memperhatikan aspek kesadaran diri dengan meditasi dan semacamnya.
Adapun yang terakhir adalah pengaruh dari Shinto. Di dalam Shinto, banyak
dibahas terkait kesetiaan yang dianggap sebagai salah satu wujud atas
kehormatan diri seseorang. Selanjutnya, dari hasil mix ini, Bushido
memiliki satu ajaran yang diasumsikan sebagai puncak dari Bushido itu sendiri,
yaitu ajaran untuk merobek perut sendiri mulai dari bagian kiri sampai ke ujung
kanan—atau bunuh diri—dan keberanian ini disebut sebagai “Seppuku”.
Visi
Etis Bushido
Di sini, Bushido memiliki empat visi
etis, yaitu disiplin, setia, harga diri, dan ksatria. Tidak lain, empat visi
ini lahir akibat adanya keterpengaruhan dengan tiga pandangan hidup—untuk tidak
menyebut agama—di atas. Untuk yang pertama, itu adalah sebutan lain dari
kebiasaan untuk selalu on schedule atau berlaku sesuai map yang
sebelumnya usai dibuat. Bagi yang memiliki etika ini, maka dia akan wegah
jika disuruh melakukan sesuatu yang berada diluar jadwalnya sebab baginya, jika
itu dilakukan, maka itu berpotensi merusak jadwal yang usai dibuat olehnya.
Kedua, setia, adalah etika
untuk selalu melaksanakan apa yang diperintah tuannya. Meskipun, secara
keyakinan tidak sependapat dengan tuannya, tetap saja, bagi Samurai, itu harus
dipatuhi. Dan kiranya di poin inilah kemuliaan seorang Samurai terletak.
Selanjutnya, ketiga: sosok Samurai harus memiliki standar tertentu dalam
bertindak atau menerima sesuatu. Dengan lain ucapan, dia tidak boleh
semena-mena melakukan atau menerima sesuatu tanpa harus dipertimbangkan sesuai
standar yang dimilikinya. Ini berguna demi menjaga keseimbangan harga dirinya
sebagai Samurai. Adapun yang terakhir, ksatria, itu adalah etika untuk
selalu siap bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
Tujuh
Prinsip Moral Bushido
a. GI, Integritas
Mudahnya, ini adalah etika seorang Samurai
untuk selalu berusaha menghargai kata-katanya. Jika mereka mengatakan “a”
kepada seseorang atau pada dirinya sendiri, maka yang harus dilakukan ya “a”.
Bagi sosok Samurai, dalam hal ini, mereka tidak akan pernah berkata apapun
tentang sesuatu jika mereka menyadari bahwa mereka tidak mampu melakukan hal
tersebut. Dengan lain ucapan, ini adalah etika untuk selalu berupaya komitmen
dengan apa yang sudah diucapkannya, baik itu kepada orang lain atau pada diri
sendiri.
b. YU, Keberanian
Maksud keberanian di sini adalah berani
untuk menerima segala kemungkinan hidup. Sebab dalam hal ini, ada semacam
pandangan bahwa kita tidak bisa mengontrol kehidupan ini, sehingga sangat
mungkin di waktu mendatang hidup kita miskin. Dan kiranya, di titik itulah,
seorang Samurai—melalui etika ini—harus berani, berani untuk miskin.
c. JIN, Kemurahan
Hati
Secara prinsip, poin ini banyak
berbicara tentang pentingnya memaafkan. Sosok Samurai, selain dituntut untuk
loyal dan disiplin, mereka juga harus murah hati atau mudah memaafkan kesalahan
orang lain. Melalui etika ini, mereka harus selalu berupaya untuk
menyeimbangkan antar Yin dan Yang mereka sehingga nantinya mereka bisa mudah
untuk menjadi JIN.
d. REI, Menghormati
Jika dirunut, ini adalah salah satu
pengaruh dari ajaran Konfusianisme tentang harmoni sosial. Lewat nilai ini,
sosok Samurai dibiasakan untuk memahami bagaimana tata cara minum teh yang baik
dan nyaman, tata cara berbicara yang tidak menyinggung orang lain, tata cara
berdiri yang tidak merendahkan orang lain, dan sebagainya. Di sini, hal sekecil
apapun yang melibatkan orang lain begitu diperhitungkan. Sebab dalam benak
mereka ada kesimpulan bahwa “menghargai orang lain itu sama halnya dengan
menghargai diri sendiri”.
e. MAKOTO-SHIN, Jujur
dan Tulus
Adalah semacam apa adanya dan blak-blakan.
Kalau ditanya, misalnya, mengapa makan? Maka jawabannya simpel, yaitu
karena lapar. Jadi, apa yang melandasi mereka dalam menjalankan sesuatu, ya itu
yang nantinya akan dijawab saat ditanya orang lain.
f. MEIYO, Kehormatan
Selain menghormati sebagai simbol betapa
pentingnya untuk menjaga harmoni sosial, Samurai juga dituntut untuk selalu
menjada kehormatannya. Adapun yang dimaksud dengan kehormatan di sini—selain
“seppuku” sebagaimana yang disebut di awal—adalah dengan menghargai waktu.
Mereka dibiasakan untuk menganggap bahwa jika seseorang menyia-nyiakan waktu,
maka orang tersebut usai kehilangan kehormatannya.
g. CHUGO, Loyal
Ini tidaklah jauh berbeda dengan salah
satu visi etis Bushido yang usai disinggung tadi. Adalah upaya untuk selalu
mematuhi perintah tuannya, meskipun dari hati kecilnya tidak sependapat dengan
tuannya.
Pengaruh
Bushido
Diterima atau tidak, rupanya etika-etika
yang ada dalam Bushido ini sebagai sistem etika sosial Samurai berpengaruh
banyak terhadap karakter bangsa Jepang. Beberapa darinya adalah dalam wilayah
etika dan ekonomi masyarakat Jepang. Untuk yang pertama, tanpa disadari Bushido
usai membentuk masyarakat Jepang sebagai masyarakat yang berkarakter sebagai
berikut:
- Amae : selalu berusaha untuk menjaga
harmoni sosial.
- On : Tidak betah saat memiliki
hutang budi dengan orang lain. Sehinga mereka selalu bersegera untuk
membalasnya. Ini bisa dilihat dari budaya tukar kado di Jepang.
- Gimu : Totalitas pada negara atau
perusahaan tempat dia bekerja. Meskipun, dia mendapatkan tawaran gaji yang jauh
lebih besar dari perusahaan lainnya, dia tidak mau dan tetap setia dengan
perusahaan pertamanya. Inilah yang juga merupakan salah satu rahasia Jepang
mengapa menjadi salah satu negara berkekuatan ekonomi raksasa.- Dan yang terakhir adalah mereka tidak pernah mau untuk berhutang budi. Bagi mereka lebih baik menolong orang lain dari pada ditolong.
Selanjutnya yang kedua, itu berhasil
membentuk masyarakat Jepang memiliki kepribadian sebagai berikut:
-
Jiritsu Jiei : Mandiri
-
Shoijiki : Jujur
-
Kimben : Rajin
-
Kenyaku : Hemat
-
Jizen : Amal saleh
-
Koveki : Memikirkan kepentingan umum
Dan
kiranya, melalui karakter-karakter ini, masyarakat Jepang berhasil dengan luar
biasa mendongkrak ekonominya berikut Bangsanya. Semua ini tidak terlepas dari
ajaran-ajaran Bushido, lebih jauh, itu juga selalu terikat dengan ajaran-ajaran
Konfusianisme, Shinto, dan Zen Budhisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar