Sekilas
Adalah seorang
India yang pemalu, rendah hati, tetapi aktifismenya luar biasa. Ayahnya adalah
seorang tokoh masyarakat di desa kelahirannya. Sedangkan ibunya lebih bisa
dikatakan sebagai sosok yang intelek. Gandhi menikah di umurnya yang ke—13
berbarengan dengan pernikahan kakaknya.
Dalam pendidikannya, Gandhi pernah
mengenyam kuliah di Inggris. Di sini, dia bisa mempelajari banyak hal yang sama
sekali baru bagi dia. Dari banyak pengalamannya, Gandhi berani menyimpulkan
bahwa tindakan yang paling luar biasa adalah tindakan pasif, bukan aktif. Dia
belajar Hukum di Ingris.
Selepas pulang dari Inggris, dia
menjadi pengacara di India. Namun, itu sama sekali tidak memperbaiki kehidupan
Gandhi. Dengan lain ucapan, dia tidak begitu diminati sebagai pengacara. Sebab
sebagaimana disebut di awal, Gandi memang adalah sosok yang sangat pemalu dan
itu kurang cocok untuk dimiliki seorang pengacara yang baik.
Selang beberapa lama, Gandhi mendapat
tugas untuk menyelesaikan konflik di Afrika Selatan. Di sana, Gandhi ditugaskan
untuk menyelesaikan konflik deskriminasi. Dan di sinilah, kegemilangan Gandhi
mulai nampak ke permukaan. Pendek kata, Gandhi berhasil menyelesaikan konflik
tersebut dengan luar biasa. Adalah dengan aktifisme pasifnya yang populer
dengan ahimsa.
Di masa selanjutnya, dengan aktifisme
yang sama, Gandhi berhasil membebaskan India dari cengkraman Inggris. Gerakan
pasif ala Gandhi benar-benar berhasil membuat Inggris gerah dan enyah dari
India. Dia berhasil mengerahkan dan memprovokasi seluruh warga India untuk
secara cerdas menolak dan mengusir Inggris. Dan berkat ini, masyarakat India
memberinya gelar “mahatma” atau guru.
Adapun hal-hal menarik lainnya tentang
Gandhi adalah dua peristiwa yang paling dia sesali. Yaitu kegagalannya dalam
mengupgrade kecerdasan istrinya. Dia ingin sekali istrinya bisa mengimbanginya,
tetapi itu tidak terwujud. Dan yang kedua adalah ketidakhadirannya Gandhi di
saat ayahnya meninggal dunia. Gandhi tidak berada di samping ayahnya saat
meninggal karena dia tengah asyik bercinta dengan istrinya. Kira-kira itulah
dua hal yang paling disesali Gandhi.
Gandhi meninggal ditembak oleh salah
satu temannya sendiri. Dia menembak Gandhi karena kecewa atas kebijakan atau
keputusan Gandhi untuk menyamakan semua agama. Pendek kata, temannya menembak
Gandhi karena tidak menolak pemikirannya berikut kebijakannya tentang pluralisme
agama. Dan satu hal yang belum berhasil diwujudkan Gandhi sebelum meninggal
dunia adalah menyelesaikan konflik perbedaan agama, antara Islam dan Hindu,
dalam tubuh India—yang saat ini usai pecah menjadi India dan Pakistan.
Pemikiran
Sebenarnya, untuk
menyebut Gandhi sebagai pemikir yang hebat, itu juga kuranglah tepat.
Mengetahui apa-apa yang berhasil diinternalisasi olehnya tidak lain adalah
nilai-nilai dalam Hindu. Akan tetapi, di wilayah lain, melihat pengaruhnya yang
luar biasa terhadap masyarakat India dengan aktifisme pasifnya, dia tidak bisa
tidak memiliki pandangan dasar yang menarik untuk dibahas. Terkait itu, ada
beberapa hal yang penting untuk didiskusikan dalam hal ini, yaitu satygraha,
ahimsa, swadesi, dan hartal.
a.
Satyagraha
Secara bahasa, satya adalah
kebenaran, sedangkan graha adalah jalan atau pencarian. Jika ditarik
pada pengertian secara istilah, maka satyagraha adalah pencarian kebenaran
dengan tidak mengenal kata lelah. Dengan lain ucapan, itu bisa benar-benar
terjadi karena mereka memiliki kepercayaan penuh terhadap Tuhan yang akan
selalu menyelematkan jiwa mereka dari segala gangguan. Pada prinsipnya,
satyagraha memanglah demikian, yaitu kepercayaan pada jiwa yang akan selalu
selamat dari segala kejahatan karena jiwa tersebut adalah bagian dari Tuhan.
b.
Ahimsa
Pendeknya, ahimsa adalah “tidak
menyakiti”. Artinya, dengan ahimsa, seseorang dituntut untuk menolak segala
keinginan untuk melukai, baik itu fisik maupun hati. Selain itu, dia juga tidak
diperbolehkan untuk sekedar membenci, membuat orang lain marah, dan tidak
mencari keuntungan apapun dari orang lain demi dirinya sendiri.
Adapun konsep ahimsa sendiri berasal
dari Upanishad. Terkait itu, di dalamnya juga dijelaskan terkait enam godaan
yang berpotensi menimbulkan konflik.
Adalah nafsu, keserakahan, amarah, kemabukan, kebimbangan, dan iri hati. Dengan
lain ucapan, ketika seseorang tidak bisa mengontrol enam hal tersebut, maka
konflik akan selalu muncul. Dan ahimsa tidak bukan merupakan satu konsep
penting untuk mengontrol hal-hal itu. Jadi, dengan ahimsa, seseorang berpeluang
besar untuk terhindar dari konflik.
Bagi Gandhi—jika dikaitkan dengan
konsep satya atau kebenaran—ahimsa dan satya adalah dua mata koin dalam satu
koin yang sama. Dua hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Dalam artian, kebenaran
hanyalah sebuah omong kosong tanpa adanya ahimsa, begitu juga sebaliknya. Bagi
dia, satu-satunya jalan untuk menjalani satyagraha adalah dengan ahimsa.
Sehingga, berbasis kesimpulan ini, bisa dikatakan bahwa berangkat dari
satya-lah, Gandhi berani untuk membumikan ahimsa, yaitu dengan mengusir Inggris
tanpa perlawanan sama sekali.
Lebih jauh lagi, dari sudut pandang
lain, ahimsa merupakan hasil hasil evolusi manusia. Dalam artian, manusia itu
berevolusi dari himsa menuju ahimsa, yaitu dari budaya mudah marah, mudah
menyakiti, dan semcamnya menjadi budaya yang tidak mudah marah dan tidak mudah
menyakiti orang lain. Dengan demikian, idealnya, manusia di masa ini adalah
mereka yang tidak mudah marah dan tidak mudah menyakiti.
Adapun dasar berpikirnya, posisi
ahimsa adalah di titik tengah antara ketundukan dan konfrontasi. Ahimsa bukanlah
gerakan ketundukan yang lemah dan selalu kalah, tetapi bukan juga gerakan
konfrontasi yang brutal. Dengan demikian, itu merupakan gerakan yang luar biasa
dan sangat direkomendasikan demi terciptanya perdamaian.
Dan berbicara tentang posisi ahimsa, ada
lima aksioma menarik terkait ahimsa, antara lain:
-
Ahimsa tidak
mengenal kalah. Sebab dengan ahimsa, seseorang tidak lagi membutuhkan
kemenangan dan tidak juga membutuhkan musuh. Sehingga, ketika usai demikian,
maka kekalahan pun tidak ada.
-
Andai istilah
“menang” diberlakukan di sini, maka ahimsa pasti akan menang.
-
Ahimsa mampu
mengungguli sekeras-kerasnya kekerasan.
-
Ahimsa tidak saja
membutuhkan kemauan, tetapi juga kerelaan dan kemampuan.
-
Ahimsa
mensyaratkan pensucian diri sesempurna mungkin yang dapat diraih secara
manusiawi. Sekali lagi: secara manusiawi.
c.
Swadesi
Satu lagi konsep yang menarik dari
Gandhi adalah swadesi. Tidak lain, itu merupakan gerakan cinta tanah air. Bagi
Gandhi, hidup adalah pengabdian yang diperuntukkan pada alam semesta. Akan
tetapi, tidak bisa tidak, itu harus dimulai dari keluarga. Dalam artian,
seseorang harus mencintai keluarga dan mengabdikan dirinya dulu pada keluarga,
baru ke daerah, kabupaten, negara, dan lebih luas lagi. Dengan lain kata, itu
juga bisa disebut sebagai gerakan mencintai atau bangga pada produk sendiri.
d.
Hartal
Adalah pemogokan nasional yang dilakukan
masyarakat India sebagai aksi protesnya terhadap Inggris. Mereka menyalurkan
protesnya dengan menutup toko-toko mereka serentak demi kemerdekaan India dari
cengkraman Inggris. Dan yang menarik, mereka menggati kegiatan sehari-harinya
dengan aktifitas-aktifitas keagamaan. Mereka mau, rela, dan berani melakukan
itu semua atas provokasi yang dilakukan Gandhi.
Hartal juga bisa disebut sebagai
puncak dari aktifisme Gandhi dalam mengusir Inggris dari India. Awalnya, dengan
keyakinan yang penuh untuk tidak melawan Inggris dengan kekerasan, selanjutnya
dengan kesadaran penuh untuk tidak membeli produk Inggris, dan pada akhirnya,
itu berujung pada gerakan masal untuk menutup toko-toko mereka sebagai
perwujudan akhir atas tiga hal di atas. Dan diterima atau tidak, atas instruksi
Gandhi, mereka berhasil mengusir Inggris dengan tanpa perlawanan—dalam bentuk
kekerasan—sama sekali.
Sudut
Wacana
Selain poin-poin di atas,
Gandhi juga merumuskan beberapa hal terkait masyarakat, agama, dan Tuhan. Pertama,
itu terkait tujuh hal yang dengannya suatu negara tidak akan pernah nyaman,
yaitu:
-
Politik tanpa
prinsip
-
Bisnis tanpa
moralitas
-
Pengetahuan tanpa
karakter
-
Sains tanpa
kemanusiaan
-
Kekayaan tanpa
kerja
-
Kenikmatan tanpa
nurani
-
Ketakwaan tanpa
instropeksi. Ini bisa dicontohkan—misalnya—dengan laku seorang kiyai yang
selalu merasa paling benar sehingga tidak pernah instropeksi.
Selama
tujuh hal yang disebut Gandhi sebagai tujuh dosa masyarakat itu masih melekat
pada suatu kelompok masyarakat, maka di dalamnya tidak akan pernah ada
kenyamanan.
Adapun yang kedua adalah tentang Tuhan
dan agama. Bagi Gandhi, adanya perbedaan agama itu sama halnya dengan adanya
perbedaan ras. Dengan lain ucapan, dua hal tersebut merupakan suatu keniscayaan
yang tidak bisa dihindari. Oleh karenanya, ya sudahlah, itu tidak perlu dibahas
karena memang Tuhan sengaja menyeragamkan hal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar