Minggu, 03 Agustus 2014

Barakah dengan ISSABA




          Sajian keagamaan yang disampaikan di acara ISSABA begitu mengalir damai di telinga. Beberapa contoh terkait barakah tersampaikan dengan baik dan bisa langsung diterima oleh teman-teman santri. Salah satu darinya adalah tentang santri yang bodoh, miskin, dan jelek yang masuk surga hanya gara-gara menghafal daftar belanjaan kiyai yang diserahkan kepadanya. Dia masuk surga karena barakah dari kiyai. Sebuah contoh yang langsung bisa diterima oleh telinga-telinga awam dengan baik. Contoh yang secara tidak langsung ingin menjelaskan kepada teman-teman bahwa bagaimanapun keadaannya, guru itu adalah dewa. Corak motivasi yang baik.
          Terkait itu, meskipun hal tersebut baik, pasti akan lebih baik kalau konsep barakah itu dijelaskan dengan corak yang lebih bisa diterima oleh akal telanjang. Sebab, sepertinya pemikiran teman-teman sudahlah penuh dengan harapan-harapan yang utopis seperti itu. Karenanya, tidak salah juga kalau dulu, Marx memutuskan untuk membenci agama dari pada harus tenggelam dengan motivasi-motivasi yang sulit diterima. Saya kira hal yang menyebabkan seperti itu terletak pada kuantitas penyampaian. Masyarakat Marx yang miskin dan terbodohi ketika itu terlalu banyak dan sering mengumbar hal-hal semacam itu. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan hal serupa akan terjadi kalau Pesantren, lebih-lebih ISSABA, selalu dicekoki hal-hal seperti itu. Dan pastinya tidak ada yang berharap demikian.
Semisalnya tentang sedekah. Sebisa mungkin kita harus memandang bahwa Dengan sedekah, selain kita telah membantu orang lain keluar dari kesulitannya, secara tidak langsung pula kita sudah membuat ikatan persaudaraan dengan mereka. Yang kedepannya, kita pasti bisa lebih akrab dengannya, tersenyum bersamanya, dan bisa jadi dia juga tidak enggan untuk membantu kita, entah itu secara materi maupun lainnya. Atau selain itu, minimal kita bisa mendapat kepuasaan hati. Sebuah kebanggaan karena tanpa kita sadari dengan hal itu kita sudah menjadi orang yang bermanfaat buat orang lain. Itulah poinnya. Itulah barakah. Barakah yang memiliki nilai yang nyata.
          Saya teringat Soekarno dulu ketika masih miskin bersama Inggih Garnasih. Soekarno pernah berhutang mentraktir secangkir kopi terhadap sahabatnya. Dan ketika sahabatnya mengunjungi rumahnya dengan niat mengajak ngopi bersama sembari membahas PNI, Soekarno bingung karena tidak memiliki uang sepeserpun. Namun karena sungkan—sebab sudah berkali-kali tertunda—Soekarno tetap menyanggupi ajakan sahabatnya. dan kebetulan ketika di warung kopi ada wartawan sedang bingung mencari tulisan. Akhirnya dengan beberapa penawaran, Soekarno mau menulis untuk wartawan dengan imbalan beberapa rupiah. Tidak sampai 15 menit tulisan selesai dan Soekarno bisa mentraktri kopi sahabatnya dan Inggit. Bisa dilihat bersama, begitulah kebiasaan sedekah di antara dua sahabat yang berani mentraktir sahabatnya meski tidak punya uang. Dari sedekah itu muncullah suatu keakraban. Dari sedekah muncullah suatu kebahagiaan yang nyata, senyuman yang nyata, dan ketulusan yang terbuktikan. Sekali lagi saya katakana: that’s the point. Barakah tidak harus dengan materi. Tidak harus juga menunggu hari setelah kematian.
          Selain itu pula, secara prinsip, sedekah itu adalah ibadah sosial. Dan yang namanya sosial itu poinnya adalah kepada kenyamanan orang lain bukan kenyamanan diri sendiri. Ketika pemikiran seseorang masih saja terbelenggu dengan doktrin-doktrin kalau sedekah itu hanya bermanfaat untuk membuat kaya dirinya, itu bukanlah sedekah tetapi serakah. Sebab sekali lagi, titik tekan dalam hal ini adalah orang lain bukan diri sendiri. Barakah harus dikonsepsikan berbeda. Barakah itu benar-benar barakah ketika yang bersangkutan tahu, mengapa dia menyebutnya barakah.
          Dengan demikian, untuk ISSABA kedepan, alangkah lebih baik dan indahnya kalau teman-teman santri sedini mungkin sudah diajari ngalap barakah dengan cara yang berbeda, pandangan yang berbeda, dan kepuasaan yang berbeda. Tidak cukup rasanya hanya dengan menjadi robot guru. Barakah itu menemukan alasan bukan sebagai alasan.poenk30814   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar