“Who
is ur god”.“Allah”.“Who
is ur god”“ALLAHU
ROBBI”.“BUGG,
aaaaaarghhh”, desah salah satu oposisi
yang mengeram menahan sakit yang luar biasa.
Satu
potret kehidupan miris bangsa timur tak lebihnya bisa di ekspresikan dengan sedikit
cuplikan bahasa cerpen diatas. Namun, tak ubahnya seekor kucing yang tertindas
dijalan perkotaan, bangsa kita hanya berpangku tangan memandang fakta pahit
2012 ini. “Hiii
tega banget ya iran sampek seperti itunya memanjakan manusia, padahal sama-sama
muslimnya, tidak berperikemanusiaan blass”, orang jakarta bilang dengan sedikit meluapkan
kekecewaan pada temannya. “Ya allah ikuw uwong reg, sampek koyok ngono, ikuw
masjid cah, makame nabi dzulkifli, kok isokk sampek di uyohi barang”, ungkap
orang-orang jawa asli. Ya, tak lebihnya hanya itulah sumbangsih kita akan
penderitaan mereka-mereka di kolong langit syiria.
Lingkup
lain, bukan hanya seperti itu versi
berpangku tangan yang harus kita ritualkan. Bagi kita yang tak enggan berfikir,
kejadian unik nan nyata oleh kalangan muslim timur tengah ini layak untuk kita
jadikan frame untuk merenungi
66 tahun indonesia merdeka. “nduh kok bisa lo”, mungkin itu pertanyaannya.
Pertama, secara mudah dan praktisnya, tragedi damsik ini merupakan sebuah
penjajahan oleh bangsa sendiri dimana itu tidak terlalu jauh dengan keadaan
kita silam, ketika kakek nenek kita dilanda krisis apapun dan hanya bisa
menerima penderitaan yang membingkai sebuah kepedihan yang luar biasa. Pun
seperti itulah yang dirasa bangsa oposisi damsik. Dari situ tak cukuplah kalau
kita hanya memandang perjuangan mereka saja, cobalah kita flashback pada era
pra kemerdekaan, selama 360 tahun lebih bangsa ini terjajah, sudah berapa
kilogram darah martir kita yang tumbang merebut tanah air ini. Dan ketika
perasaan nasionalisme itu sudah terkover dihati manusia indonesia masing-masing, penulis
yakin kalau versi berpangku tangan kita untuk berbagi dengan mereka akan
auto-upgrade kepada sesuatu yang lebih bisa mereka rasakan. “kejadian ini
adalah gambaran indonesia 1940 silam”, simpul salah satu sejarawan bangsa.
Tidak
cukup demikian, berbongkah doa pun seakan tidak mampu mengurangi sedikit
penderitaan mereka. Tidak akan ada sentuhan secara langsung jika hanya doa dan
doa yang kita persembahkan. Disini bukan maksud penulis memandang miring akan kehebatan sebuah doa, namun
alangkah lebih baiknya jika kita turut menganalisa dan berfikir, sebenarnya apa
yang mereka inginkan dari kita. Apakah hanya doa? Ataukah sumbangsih tenaga
maupun harta? Tampaknya bukan, toh sesuai dengan yang pernah diwartakan mereka
menikmati semua itu, mereka berjuang dan bahagia. Dalam satu kacamata mereka
hanya ingin berteriak kepada dunia bahwa musuh mereka selama ini bukanlah lagi
dari golongan syiah yang notabenya adalah seiman dan seislam, bukan. Tapi semua
darah yang tumpah meresap disetiap bumi damsik dan hembusan nafas
pejuang-pejuang muslim yang mengudara dibalik awan damsik adalah perbuatan
orang-orang majusi. “Yang pasti tiadalah mereka selain
MAJUSI”, seperti itulah syaikh
Ali As-Shobunni berkoar-koar
menepis semua anggukan dunia yang usai serempak mengeberikan orang-orang syiah.
Dalam kelas lain, tregedi perang syiria ini seakan
adalah bentuk nyata dari isu-isu tentang kiamat yang sempat booming penghujung
tahun 2012. Dan untuk menanggapi itu penulis bisa se-iya
dengan pendapat itu. Sebab kala
kita lebih perinci memperhatikan kejadian di damsik, kita akan menemukan
gambaran-gambaran kecil
kiamat yang selama ini banyak ditulis dipelbagai buku buku bacaan. Pertanyaan
seperti diawal paragraf pembuka artikel ini misalnya, bukanlah saat Dajjal kali pertama
muncul membawa racun dan madu, dengan pertanyaan seperti itu. Barang siapa
tidak mengakui kalau tiada TUHAN selain dajjal akan dibunuh, dan jika
sebaliknya akan mendapatkan akselerasi kemerdekaan. Pers-pers dunia pun turut
megekspos tragedi ironi tersebut, seolah dengan itulah suara dajjal bisa
menggaung hingga sampai pada pelosok desa Kerek Tuban, memberitahukan pada dunia kalau Allah bukanlah
Tuhan. Namun, mengetahui seperti itu ternyata respon dunia malah jauh dari
harapan. Dunia menganggap semua itu adalah karya tangan sesame muslim di Timur Tengah sana, nama islam tercoreng
begitu hitam meliputi awan damsik, berharap ada sesosok imam Mahdi yang bisa
mengubah semua derita-derita mereka.
Sehingga disini enyahlah, tak banyak
bisa dikata. Dan mungkin air mata mereka bisa katakan lebih banyak harapan dari
semua pesan yang disampaikan oleh kata. Setidaknya di Tahun 2013 ini , bukan
hanya spiritual dan materi saja yang kita sumbangkan kepada mereka, namun
intelejensi untuk menyikapi semua itu juga perlu, minimal sebagai stimulus
untuk bisa tulus memberi simpati terhadap saudara damsik kita yang saat ini
terjajah jahat. Pun perlu di ketahui bukanlah sesama muslim yang se-kitab,
se-hadis yang tega membumi hanguskan jiwa dan gaung mereka selaku manusia,
namun seseorang yang tak manusia itulah yang berdikari sebagai DAJJAL
2013. Untuk kita, berfikirlah dan kita
berjuang…….../
ipoenk23012013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar