Selasa, 22 Oktober 2013

Muhammad Hatta: Saya Mempunyai Tiga Istri—Indonesia, Buku, dan Istri Saya.


Paska tertangkapnya Akil sebagai koruptor terpopuler tahun ini, sedari kemarin sampai sekarang pembahasan dalam rubrik opini di koran-koran masih saja membahas mengenai korupsi. Banyak sekali pakar-pakar telah menuangkan ide dan gagasan paling hebatnya dalam bersumbangsih untuk membantu Indonesia keluar dari jeratan para koruptor, tetapi masih saja tiada hasil yang memuaskan. Bahkan tak kurang pakar-pakar hukum dari pelbagai perguruan tinggi berkaliber turut menulis di rubrik itu, namun lagi-lagu hanya sebatas tulisan yang terpajang. Sampai sekarang masih blur: apakah gagasan-gagasan hebat itu terbaca oleh yang disindir ataukah hanya sebatas pengisi kekosongan rubrik, saya tidak mengerti juga, ataukah justru penuangan gagasan hebat itu hanya alat untuk mengisi kantong, entahlah. Diketahui, seakan merekalah orang-orang hebat yang setiap saat memeras pikiran untuk Indonesia: sebagai penyumbang gagasan.
Dari paragraf di atas, saya teringat Bung Hatta. Salah satu ucapan beliau yang mungkin tak terlalu terbingkai dengan sejarah—saya mempunyai tiga istri: indonesia, buku, dan istri saya—ternyata bermakna penting dalam hal ini. Ucapan simpel bernada guyon itu mengandung sesuatu yang benar-benar sesuatu. Tidak menutup kemungkinan, dengan menjadikan Indonesia sebagai istri pertama Hatta, Hatta bisa terhindar dari sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan termaksud adalah korupsi, kolusi, dan lain sebagainya yang berbau merugikan negara.
Paralel dengan itu, masih segar dalam ingatan saya kata-kata Anang ningnong ninggung, seorang broadcaster radio ternama di Jogjakarta. Hampir setiap malam saya mendengarkan celoteh Anang. Dan yang paling sering dia ucapkan dalam konteks jalinan hubungan dengan orang lain adalah konsep hati hati. Saya tidak menulis garis penghubung di tengah dua kata hati tersebut karena keduanya memang berbeda. Mudahnya, dalam sebuah hubungan itu melibatkan dua hati: kita dan seseorang yang kita sayang. Sehingga di dalamnya ada dua hati. Jadi kalau kita berhubungan dengan apa dan siapapun, maka kita harus hati-hati.
Begitu juga dengan Hatta, dengan pernyataannya yang menganggap negara sebagai salah satu istri Hatta, secara tidak langsung Hatta sudah terikat dengan konsep hati hati. Di pelbagai wilayah dan keadaan apapun Hatta pasti hati hati. Sehingga ketika konsep itu sudah terpatri jauh dalam lubuknya, korupsi, kolusi, dan lain sebagainya pun sulit untuk terjadi di tubuh salah satu istri tercintanya, Indonesia.
Darinya, alangkah indahnya jika semua lapisan yang terlibat dalam kasus korupsi, baik pelakunya, pengamatnya, penangkapnya, intelejennya, penulis gagasannya, medianya, dan lain sebagainya bisa menanamkan rasa cinta kepada Indonesia. Cinta yang timbul bukan karena Indonesia sebagai ibu pertiwi kita, namun sebagai istri tercinta kita. Zev231013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar