Hari ini sepertinya saya lebih bisa
mengatakan kalau cara membaca buku tercepat dan cara memperoleh ilmu paling
mudah adalah diskusi. Iya, diskusi. Hari ini bapak Muhdlir untuk kesekian
kalinya tidak bisa mengisi kelas saya. Kesibukan bisa jadi yang paling cocok
sebagai alasan beliau tidak bisa hadir. Dan diskusi kayaknya juga lebih baik
buat saya dan teman-teman.
Yaitu tentang Quran dan budaya. Beberapa
bulan silam, ketika saya masih berstatus mahasiwa INKAFA, saya menemui sebuah
lubang yang tertutup secara tidak rapat. Saya masih belum puas dengan tutup
lubang itu. Dulu diterangkan bahwa Al-Quran tetap adalah sebagai sumber segala
ilmu termasuk di dalamnya adalah budaya. Al-Quran mengikuti budaya. Saya ulangi
lagi: al-Quran mengikuti budaya. Sampai seminggu yang lalu saya masih tidak
puas dengan kesimpulan itu.
Dan hari ini, seakan semua keganjilan
itu mengantri memasukki alam pikir saya. Dalam salah satu ayat yang menerangkan
tentang puasa (2.183) tersurat makna yang membenarkan adanya budaya puasa
sebelum islam. Menurut surat ini bisa jadi Quran mengikuti dengan budaya.
Selayang pandang, budaya hadir lebih dahulu dari pada Quran. Teman saya
menyamakan dengan konsep logis berdirinya sebuah sekolah beserta peraturannya. Peraturan
tidak mungkin tersusun secara rapi terlebih dahulu sebelum sekolah terbangun
secara konkit. Budaya adalah wadah dimana Quran eksis dan diaplikasikan.
Di wilayah lain, antara budaya dengan
Quran berjalan dalam relnya masing-masing. Budaya tidak mengikuti Quran dan
Quran pun tidak mengikuti Budaya. Jika dikata Quran yang mengikuti budaya
kuranglah tepat, karena ajaran inti akan Quran sendiri sudah jauh mendahului
semua budaya di dunia ini. Salah satunya adalah cerita tentang Nabi Adam dalam
al-Quran. Ayat yang menjelaskan bagaimana budaya apa adanya seorang Adam
berinteraksi dengan sesamanya. Dalam konteks ini tidak sesuai juga ketika
disimpulkan budaya lebih dahulu dari pada konsep Quran.
Berbeda lagi adalah tentang pendapat
yang menyuarakan Quran adalah awal dari semuanya. Quran adalah kalam murni dari
Allah. Kalam dengan Allah adalah satuan yang tak terpisahkan. Sehingga jika
Allah Qodim, maka kalam Allah juga kodim. Quran itu qodim. Budaya adalah
makhluk. Otomatis menurut pendapat ini Quran dalam arti yang sebenarnya
masihlah yang paling terdepan dari pada apapun dalam ranah disiplin keilmuan.
Dalam pendekatan lain, antara Quran
dan budaya tidak ada yang saling mengikuti. Keduanya saling menyesuaikan, bukan
hanya Quran yang menyesuaikan, tetapi budaya juga menyesuaikan Quran. Secara nyata,
budaya ada terlebih dahulu sebelum adanya Quran. Dan agar ada relasi yang
kontinyu antara keduanya, Quran yang baru datang pada abad ke—7 dirancang
sesuai dengan dialektika budaya Arab beserta budaya yang telah mengakar di dalamnya.
Bisa jadi, Quran juga bukan hanya menyesuaikan tapi menyempurnakan budaya lama
yang telah ada sebelumnya. Saya membahasakan: Quran tidak mengikuti budaya,
tetapi menyesuaikan.
Begitu pula dengan budaya. Dulu sebelum
Islam datang dan membumi di Indonesia, di Jawa sudah ditemukan ritual-ritual
murni yang ketika Islam datang ternyata dalam Islam juga ditemukan ritual yang
sama dengan itu. Contohnya adalah ritual menenangkan diri atau pertapaan yang
dalam Islam dikenal sebagai uzlah dan lain sebagainya. Dari potret ini bukan
budaya yang yang mengikuti Quran atau sebaliknya, tetapi keduanya sudahlah
sesuai secara murni.
Dalam pendekatan sosiologis, masih
segar di ingatan saya tentang materi gejala sosial. Dan untuk mengatasi itu
duku saya belajar tentang metode presentif dan represif. Presentif adalah
ketentuan yang dibuat sebelum ada
kejadian (tindakan pencegahan). Sedangkan, represif adalah ketentuan yang
dibuat paska kejadian. Dan jika di hubungkan dengan Quran, kedua metode itu
sudah membumi di dalamnya. Ada ketentuan yang ada sebagai solusi atau tanggapan
atas sesuatu yang telah terjadi atau sebuah budaya (represif), ada juga
ketentuan sebagai bentuk pencegahan (preventif). Akan tetapi, dalam hal ini
saya masih belum tahu tentang bentuk konkrit akan keduanya.zev.240913
Tidak ada komentar:
Posting Komentar