Pagi ini saya dapat dibilang kudet.
Saya tidak tahu kalau hari ini ada Studi Generale di Conventional Hall. Seminar
itu tercipta hanya untuk warga Ushuluddin, dan membahas tentang Islam Damai dan
Indonesia damai. Pemateri utamanya langsung dari para mantan-mantan agung
Indonesia. Mantan Ketum Muhammadiyah: Bapak Syafii Maarif dan Mantan Rois Surya
NU: bapak Hasyim Muzadi. Mereka luar biasa dalam pemikiran dan penyampainnya.
Dan pemateri yang produk dalam negeri UIN ada Ibu siapa, saya lupa. Beliau
termasuk spesialis radikalisme dan islam-islam garis keras. Seminar yang
menarik mimpi.
Sepanjang saya memperhatikan dan
meringkas dari semua yang di paparkan, ada beberapa poin yang saya belum bisa
menanyakannya. Tadi moderator tidak melihat saya ketika mengangkat tangan untuk
memenuhi keraguan saya itu. Itu mengenai Islam Indonesia sendiri.
Dari Bapak Syafii, saya menemukan
sesosok yang unik dan istimewa. Dia menyajikan arti sebuah sekularisme dengan
sajian yang sangat sederhana dan dapat diterima semua kalangan. “orang suriah
yang pro Assad saat menembak para oposisi (sesama muslim) itu mengucapkan
bismillah. Mereka memaksa Tuhan untuk membela mereka. Dan inilah yang namanya
sekular dalam arti yang sebenarny”, kira-kira itulah core yang dapat saya ambil
dari Bapak Syafii.
Kedua adalah bapak Hasyim muzadi,
sesosok yang bagi telinga saya sangatlah familiar. Tapi baru kali pertama ini
saya bertemu langsung dengan beliau. Pemikiran beliau sangat liar, cara
penyampaiannya juga liar. Saya suka gayanya. Saya mendapat banyak sekali
jawaban dari beliau. Pertama, tentang pemimpin di zaman kontemporer ini.
Pemimpin sekarang cenderung berbasis pada iklan bukan berbasis pada perjuangan.
Pun sering saya bertanya-tanya: di Indonesia ini sudah cukup banyak orang-orang
yang sadar betul akan minus bangsa ini dan mereka juga sudah meneliti betul
tentang solusinya, namun kenapa sampai saat ini masih jalan di tempat. Kalau
tokoh sekaliber Bapak Muzadi sudah lawas menyadari tentang corak kepemimpinan
bangsa yang seperti ini, mengapa tidak ada usulan yang melarang adanya kampanye
atau sejenisnya. Saya tidak tahu, yang pasti saya sangat yakin merek lebih tahu
tentang keadaan sebenarnya di ruang-ruang para pejabat berdasi.
Kedua,
adalah tentang refleksi tentang bagaimana memandang islam dalam arti yang
sesungguhnya. Bapak Hasyim menyatakan dengan lantang bahwa Islam itu sudah
benar jadi tidak perlu dibenarkan untuk kali kesekiannya. Justru ketika dicoba
untuk selalu dibenarkan, Islam malah jauh dari kebenaran itu. Islam itu hanya
membutuhkan Ukhuwah bukan wihdah. Wihdah yang mengandung banyak hegemoni tentang pembenaran islam
yang sebenarnya itu justru akan menjadi bom waktu bagi islam sendiri.
Ketiga, beliau menyinggung banyak
sekali kenyataan-kenyataan di Indonesia. Dari prolog sampai epilognya semua
membahas tentang borok-borok Indonesia. Indonesia belum sembuh dari sakitnya. Pun
lembaga yang dinaungi Islam turut terserang penyakit ini. Sekarang bukan
formalitas yang ada dalam syariat tapi syariatlah yang ada dalam formalitas.
Banyak syariat yang jebol dalam keformalan. “sekarang sila pertama itu diganti:
keuangan yang mahakuasa”, simpul bapak Hasyim.
Dari pendapat yang sangat mengirikan
Indonesia itu, saya merenung sebentar tentang tema dari seminar ini: Islam
Indonesia, Islam Damai. Sederhananya semua ini mirip dengan kesimpulan Gus Dur
tentang pribumisasi Islam. Untuk menjadikan islam itu rahmat bagi kita selaku
orang Indonesia yang beragama Islam, hanyalah dengan tetap menjaga budaya
Indonesia yang islam bukan budaya Arab yang Indonesia.
Sehingga jika saya koneksikan paragraf
di atas dengan paragraf sebelumnya, akan ada terlihat sesuatu yang ganjil, bagi
saya. Pertama Bapak Hasyim menjelaskan bahwa sekarang Indonesia sudah tidak
genap. Banyak bagian dari Indonesia sudah sakit, termasuk pada ranah
kebudayaannya. Dengan demikian, apakah Pribumisasi Islam yang katanya sebagai core poin akan Islam Damai itu masih
bisa diterapkan. Toh sendi-sendi inti budaya istimewa Indonesia telah
terkontaminasi atau bahkan dirusak oleh budaya-budaya interlokal. Saya lebih
setuju pada islamisasi islam. Kembali pada arti islam dalam arti yang
sesungguhnya.zev.120913
Tidak ada komentar:
Posting Komentar