Selama ini, banyak diasumsikan bahwa dalam Islam tidak
ada pemaksaan. Dan itu tersimbol dalam salah satu ayat yang tertulis: la
ikraha fi ad-din. Tanpa menyangkutkan ayat tersebut dengan ayat-ayat
sebelum dan sesudahnya, tersurat bahwa memang Islam itu anti dengan yang
namanya pemaksaan. Selain itu juga, dalam aplikasi kesehariannya, mayoritas
masyarakat muslim terlihat sering menggunakan itu sebagai salah satu alasan
untuk tidak intervensi dengan hal-hal negatif yang dilakukan muslim lainnya.
Dalam arti, mereka cenderung cuek dengan teman-teman muslim mereka dan enggan
untuk memperingatkan mereka dengan alasan tersebut.
Akan tetapi, berbeda dengan itu, di wilayah lain, ada
peristiwa yang mengharukan: dicemoohnya seseorang yang telah berpindah agama
dari Islam. Darinya bisa dikatakan bahwa memang kebanyakan muslim akan
cenderung mencerca dan memandang sebelah mata siapapun orangnya yang telah keluar
dari Islam. Dan jika hal itu dianalisa lebih lama lagi, maka sesuatu yang
mendasari terjadinya peristiwa itu adalah kurangnya pemahaman keberagamaan
mereka, lebih-lebih mengenai satu kalimat di atas: la ikraha fi ad-din,
yang di awal tadi disebut bahwa hal itu sudah akrab dibenak mereka, katanya.
Dan di titik inilah terjadi kerancauan. Dalam satu sisi,
ada yang menjadikan itu sebagai sesuatu yang mencegah seseorang untuk berbuat
baik—mengingatkan muslim lain—namun sebaliknya, di sisi lain, justru ada
sesuatu yang sangat tidak mencerminkan hal tersebut. Kemudian, kalau kenyataan
yang terjadi seperti ini adanya, hanya ada beberapa pertanyaan terkait: apakah
pemahaman La ikraha fi ad-din itu? Apakah memang benar bahwa dalam Islam itu
mempunyai prinsip tersebut? Dan apakah dalam agama lainnya tidak?
Sebelum merespon beberapa perihal di atas, ada beberapa
hal yang perlu dikaji. Salah satunya adalah tentang adanya kewajiban dan
hukuman. Hal itu berarti: jika ada sesuatu yang wajib itu tidak dikerjakan,
maka akan ada hukuman dan sebaliknya. Selayang pikir, berdasar dengan analogi
kewajiban dan hukuman di atas, maka dengan mudah bisa disebut bahwa memang
dalam Islam masihlah ada pemaksaan. Itu disebabkan oleh adanya hukuman. Dan
jika berbicara mengenai hukuman, maka hubungannya adalah paksaan. Seorang
tersangka kejahatan tidak akan mau dipenjara kalau tidakada sedikit paksaan
dari pihak yang berwajib, begitu juga dalam Islam. Dengan demikian—karena masih
adanya hukuman—dalam Islam masih ada paksaan.
Kedua adalah tentang pernyataan salah satu tokoh dari Belanda,
saya lupa namanya, yang termuat dalam satu media cetak bulan lalu. Tokoh
tersebut menyatakan dengan jujur bahwa dia tidak menyukai Islam: bukan
agamanya, tetapi para pemeluknya. Dan di akhir wawancaranya, dia menyatakan
dengan jelas dan tegas: jika ini saya lakukan bukan untuk Islam, semua pasti
akan baik-baik saja. Dari hal tersebut, mudahnya, bisa dipahami bahwa seolah
Islam itu memaksa semua orang untuk menghormati dan menganggap baik dirinya.
Padahal dalam hal ini pula, Islam bukanlah seperti itu.
Dan dari semua kejadian tersebut, bagi saya, alangkah
lebih baiknya jika ayat la ikraha fi ad-din itu tidak langsung diartikan
secara umum dan hanya untuk Islam, tidak. Karena, di samping hal itu bukan
hanya untuk Islam, ayat ini juga erat kaitannya dengan dakwah-dakwah rasul
termasuk Muhammad SAW. Banyak ayat terkait yang menerangkan bahwa kewajiban
Muhammad hanya menyampaikan dan mengingatkan, kemudian berkenaan dengan
diterima atau tidaknya peringatan itu bukanlah urusan Muhammad. Itulah titik
yang menurut saya adalah sesuatu sampel yang tepat untuk memahami istilah di
atas: Muhammad menyampaikan apa yang dia punya tanpa harus memaksa mereka untuk
menerima apapun yang dia sampaikan. Zev161213
Tidak ada komentar:
Posting Komentar