Hari ini Jumat, pukul dua belas
lebih sedikit, namun di waktu yang sangat mepet untuk hanya sekedar
berangkat ke masjid saja itu, banyak mahasiswa masih terlihat santai sekali di
kantin. Dan beruntungnya saya terlibat di dalamnya bersama Aqil dan Mukthi. Di
waktu yang sama, hal itu membuat saya sejenak berfikiri hebat. Pertama: apakah
bakso yang barusan saya pesan di waktu itu adalah bakso yang halal secara
eksternal mengetahui saya membelinya tepat di saat orang-orang sedang asyik
mendengarkan khutbah? Entahlah. Kedua: apakah memang benar, jika saya harus
resah dengan keputusan untuk tidak mengikuti sholat jumat? Entahlah.
Selepas dua puluh empat jam, untuk
persoalan yang kedua, seolah saya kembali berdialog dengan-Nya. Iya, hal itu
adalah satu lagi pencerahan dari Bapak Muhdlir: salah satu hadist yang
menjelaskan mengenai redaksi adzan ketika sedang hujan yang sangat berbeda dan
tidak pernah terdengar sebelumnya. Adalah redaksi kalimat: sollu fi
buyutikum, sholatlah di rumah kalian masing-masing. Tanpa dijelaskan pun,
itu sudah jelas bahwa dalam keadaan tertentu, sholat di rumah lebih dianjurkan
daripada harus berjalan menerobos hujan untuk pergi ke masjid. Sehingga jika
hadist itu dihubungkan dengan keresahan saya dua empat jam sebelumnya, maka
keduanya bertemu: tidak ada alasan untuk resah. Hujan adalah berkah dan
anugerah.
Masih
berkenaan dengan itu, dari hadist tersebut tersirat bahwa memang muadzin ketika
itu disuruh Rasul untuk menggantikan redaksi adzan yang mulanya hayya ala
as-sholah menjadi sollu fi buyutikum. Darinya muncul satu
kemungkinan terbesar: Islam tidak ingin merepotkan umatnya. Karena ketika perihal
itu tidak disampaikan nabi, maka bagaimanapun juga orang-orang islam akan tetap
menerobos hujan dan berangkat ke masjid untuk berjamaah. Akan tetapi jika itu
diamati lebih dalam, seseorang akan cenderung lebih nyaman berada di rumah
untuk sholat daripada berangkat ke masjid karena basah, hujan, dan dingin
pastinya. Dan di titik inilah tujuan penggantian redaksi adzan itu muncul:
untuk membuat nyaman umatnya. Akan tetapi, tidak diketahui juga, hal itu akan
begitu kontroversial jika diterapkan hari ini, entahlah.
Kemudian,
mengenai perihal pertama—akad jual beli di siang jumat yang hujan—dengan
memahami konteks adanya larangan itu, boleh jadi, larangan itu akan gugur
seiring dengan adanya dispensasi untuk tidak sholat jumat. Tujuan adanya
larangan itu adalah supaya antara penjual dan pembeli bergegas sholat jumat dan
meninggalkan dunianya terlebih dahulu, sehingga jika sholat jumat—yang
notabenya adalah sebagai alasan utama dianjurkannya mereka bergegas—itu sudah
bisa digantikan dengan sholat dhuhur di rumah masing-masing, maka otomatis
tujuan dari adanya larangan itu sudah gugur. Dengan demikian, tidak ada alasan
lagi untuk melarang hal itu dijalankan. Akan tetapi, entahlah. Zev221213
Tidak ada komentar:
Posting Komentar