Kamis, 06 Februari 2014

Tuhan Mayat dan Tuhan Manusia peribadah


19 januari kemarin, sepertinya bukan hanya saya yang menjadikan hari itu sebagai hari yang sangat disayangkan. Iya, dalam pemakaman Najib, teman dekat saya selama di pesantren, tidak saja dihadiri oleh sekelompok teman yang dari blok saya saja, namun dari blok teman-teman seangkatannya juga tampak berduyun-duyun turut merasakan kehilangan di rumah duka. Dan mungkin, itulah alasan saya mengatakan kalau hari kemarin itu adalah hari tersayang bersama.
Dari hal itu, di sisi lain, ada sesuatu yang terpikirkan tepat ketika saya harus melihat Najib—dari jarak satu meter—dikebumikan. Itu adalah bayangan betapa mengerikannya sebuah kematian. Seakan, di waktu yang sama, bayangan kematian mengubah persepsi seseorang terhadap Tuhan. Dan hal itu memungkinkan seseorang untuk memandang Tuhan sebagai sesuatu yang mengerikan dan lebih mengerikan. Sehingga, andai mayat bisa berkomentar, banyak kemungkinan dia akan ketakutan saat tahu dia akan dikebumikan. Dan dari sini, seakan Tuhan tampil berbeda dihadapan makhluknya.
Selepas pemakaman, saya beranjak ke Masjid dan menunaikan sholat Dhuhur. Dalam jangka  waktu yang relatif singkat—setelah pemakaman Najib—saya merasa ada sesuatu yang berbeda. Adalah tentang pandangan terhadap Tuhan. Tadi, tepat ketika saya melihat Najib dikebumikan—tanpa tersadar—saya menjumpai Tuhan sebagai  sesosok yang mengerikan, jahat, dan penyiksa. Akan tetapi, sejenak kemudian, di saat sholat, spontan Tuhan menjadi sesosok yang jauh berbeda: penyayang, perhatian, dan sangat dibutuhkan. Dan hal ini sangatlah berbeda jika disejajarkan dengan pandangan mayat terhadap Tuhan. Satu memandang-Nya sebagai Yang Maha penyayang sedangkan yang satunya memandang-Nya sebagai Yang Maha penyiksa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar