Selasa, 11 Februari 2014

Islam Bukanlah Pemberi Harapan-Harapan Palsu


Selama ini, menurut beberapa kalangan, Islam adalah salah satu institusi yang syarat dengan ilusi-ilusi dan harapan-harapan yang menggiurkan. Salah satu contoh simpelnya adalah hadiah yang luar biasa yang akan diberikan untuk setiap muslim yang telah menunaikan sholat fajar. Adalah hadiah dunia dan seisinya. Secara nalar—bukan secara simbolis—hal itu cukup mengeherankan: bagaimana seseorang dengan hanya sholat dua rakaat prasubuh bisa mendapat dunia seisinya. Dan bisa jadi,andai ketika dulu marx masih tau mengenai hal tersebut, pasti teori tentang agamanya—yang sangat menipu—akan lebih heboh dari yang sudah ada sekarang ini.
Menilik keadaan masyarakat tempat Marx dulu hidup yang kebanyakan orang-orang miskinnya adalah orang-orang yang taat beragama, hal di atas cukuplah masuk akal. Dalam arti dengan harapan dan janji-janji yang sangat menggiurkan tersebut, seseorang akan merasa cukup dengan beribadah saja tanpa perlu memikirkan bagaimana janji-janji yang dikoarkan tadi bisa benar-benar terealisasikan. Sehinga dampak yang ada cukup jelas dan nyata: kebanyakan dari mereka tidak mau bekerja dan berjuang demi nasib mereka. Dan andai agama yang berkembang pada saat itu adalah Islam, para muslim ketika itu hanyalah sholat dluha dan dluha tanpa harus diimbangi dengan bekerja, belajar, dan melihat peluang. Kira-kira seperti itulah gambaran mengenai betapa menipunya janji-janji yang diberikan sebuah  agama tempo itu.
Namun, jika hal di atas dilihat dari perspektif lainnya, kesimpulan yang dilahirkan pasti akan berbeda. Itu bisa dibuktikan dengan sejenak merenung tentang hukum timbal balik. Sudah banyak diketahui bahwa—dari hukum ini—apapun yang baik pasti akan dibalas dengan baik, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, dari idealitas tersebut muncul beberapa permasalahan-permasalahan yang ternyata tidak cukup jika hanya menggunakan nalar secara materi saja. Adalah tentang ketidaksesuaiannya kenyataan dengan harapan-harapan yang sudah terbungkus dengan usaha yang baik. Dan di sinilah letak permasalahannya: mengapa masih saja hasilnya tidak sesuai dengan harapan, padahal semua usaha-usaha yang baik dan luar biasa sudah dilakukan. Dengan demikian, kelihatannya dari keadaan yang seperti ini, fungsi agama yang tadi dikatakan hanyalah sebuah ilusi mulai nampak.
Masih mengenai itu, di dalam Islam, lebih tepatnya dalam Quran surat al-a’raf: 40—42 dijelaskan bagaimana sebuah kejahatan pasti akan dibalas dengan kejahatan—baik itu terjadi di alam ini ataupun tidak—begitu juga sebaliknya, kalau memang hasil dari sesuatu yang sudah diusahakan dengan  masihlah jelek, maka hasil yang lebih baik pasti akan didapat di alam selanjutnya atau berupa kebaikan lainnya yang setara dengan semua usaha-usaha yang pernah dilakukan. Jadi, ketika dipandang dari sudut pandang ini, meski sekilas memang terkesan ilusi, fungsi agama sangatlah besar untuk menjawab kegundahan jiwa manusia yang notabennya adalah manusia yang lemah dan rapus. Minimal, dengan adanya hal ini, siapa saja yang telah berusaha sekuat tenaga dan masih saja tidak menghasilkan apapun, mereka masih bisa tenang dan nyaman. Sebab mereka masih memiliki harapan dan keyakinan kalau pasti semuanya akan terbalas. Dan kira-kira itulah fungsi hebat dari sesuatu yang dulu pernah dikata hanyalah sebuah ilusi belaka. Zev110214


Tidak ada komentar:

Posting Komentar