Jumat, 08 Februari 2013

MANUSIA SEMPURNA, katanya?



            Tak ingin ku menahu ntah berlandas pada motivasi apakah mereka, temen-temenku malam malam ini tak enggan untuk menginjakkan kakinya di Musholla demi mengikuti pengajian biasa luarnya, namun luar biasa dalamnya. Haha lucu memang dan semoga ini bisa berlanjut dan berdasar pada hati masing-masing dari mereka.

            Berbincang mengenai hati, apa yang usai disampaikan oleh bapak Haris Fahrudin barusan sungguh luar biasa. Saya menemukan sebuah pencerahan bari dalam hal pandangan dan asumsi saya pada kitab klasik karya-karya penulis tempo dulu. “Sungguh hebat mereka”, begitu aku mengaguminya dan mengekspresikannya lewat bahasa.
            Manusia berfikir dalam satu jam, tak kurang pentingnya dari pada manusia yang beribadah satu tahun lamanya. Dalam satu nafas tidaklah masuk akal pernyataan itu, dan karena dalam fitrah alam, tak ada yang namanya nepotisme, jadi walaupun berfikir adalah merupakan satu keluarga dengan akal, disini saya tetap mengatakan hal itu tidaklah masuk akal, karena disini saya menggunakan pendekatan temporal. Satu jam dibanding seribu tahun, satu poin yang sulit diterima oleh akal saya, dan itu tidaklah masuk akal.
            Namun, memang benar seperti itulah adanya, akal adalah raja diraja dalam kerajaan tubuh kita, dan hatilah patihnya. Pun untuk memuaskan pertanyaan akal kita akan itu, cukup lewat tubuh kita sendiri inilah praktisnya. Seluruh alam semesta ini semisal, semuanya yang ada dilangit dan bumi ini sebenarnya usai terlukis dalam tubuh ciptaan-NYA, yaitu manusia. Alam ini punya tanah yang tumbuh diatasnya tumbuh-tumbuhan yang besar kecil, lebat jarang, dan lain sebagainya, begitu pula dengan manusia, dia punya kulit yang tumbuh juga diatasnya rambut-rambut yang tebal hingga bulu-bulu yang halus bak rumput di taman sebuah kota, cocok dengan alam. Alam punya air yang 3/4 % mendominasi bumi, sama dengan manusia dengan tubuhnya yang 3/4nya adalah air. Pun mulai dari air bersih, kotor, keruh, hingga pada air bah pun ada dalam tubuh manusia, dan semua itu bisa direnungkan sendiri. Dan yang paling dominan adalah manusia juga punya nafas yang tanpanya tak akan ada kehidupan, begitu pula dengan alam ini yang dilengkapi dengan angin yang semilir berhembus membelai siapapun orang didalamnya. dan berlabuh dari situ tak salah jika saya mengatakan; “Segala sesuatu dan dalam apapun itu akanlah sangat berarti dan berharga jika semua itu diperdanai oleh aktifitas berfikir”.
            Lebih lanjutnya mengenai angin, dan focus pada judul yang tertera diatas, salah dan sangatlah salah jika dikatakan manusialah yang menggerakan semua yang bergerak dalam tubuhnya. Sepintas memang seakan manusialah yang punya kekuatan dalam segala aktifitas apapun yang dikerjakan olehnya, namun saat kita benar-benar merenungi dan berfikir, tidaklah mungkin jika robot yang bergerak dengan sendirinya itu bisa tahu dan paham tentang mengapa tangannya bisa bergerak dan mengapa kakinya bisa berjalan. Sama dengan manusia, kalau memang benar dikatakan manusialah yang menggerakkan tangannya sendiri misalnya, pasti manusia itu sadar dan paham berapa ukuran tangan mereka masing-masing sehingga bisa bergerak tanpa harus memberati  lengannya, dan mengerti berapa diameter yang pas untuk sebuah tangan yang pas buatnya dengan porsi tubuh yang mereka miliki. Dalam memandang juga misalnya, pasti mereka akan cakap menjawab dan memastikan berapa kalikah mereka berkedip dalam sehari ataupun bernafas dalam sehari kalau benar adanya merekalah yang menggerakkan semua itu. Jadi ketika jawaban dari semua itu masih ketidaktahuan mereka, itu berarti ada satu dzat dimana DIAlah yang menggerakkan semua itu. Manusia hanya mempunyai irodat yang menimbulkan asumsi seakan dan seolah tadi, namun irodah manusia itu tak akan ada, tanpa disandarkan dan digantungkan pada irodah satu dzat barusan. Begitu juga dengan robot, dia tak tahu apapun tentang dirinya, yang dia tahu dia hanya diperintah dan dijalankan. Manusia bagai robot dimata sang pemilik kehidupan ini, seperti ketika manusia menjalankan apapun yang tak diketahui oleh robot.
            Tidak cukup sampai disini, dalam lingkup yang lebih lebar, ketika kita memandang sebuah guru besar, atau bahasa akrabnya adalah professor, tidaklah terlalu melebihkan jika kita memanggilnya sebagai manusia sempurna. Oke, tidak masalah namun alangkah lebih baiknya jika kita berfikir dua kali lebih keras lagi, hingga sampailah pada sebuah tanda Tanya besar, “bisakah professor-profesor terhebat dunia itu mengatur turunnya hujan?” sudah mesti dunia tak akan langgeng sampai sekarang jika mereka semua bisa. Untuk mengatur turun tidaknya hujan atau banyak sedikitnyan hujan dan dimanakah seharusnya hujan diturunkan tidaklah semudah memainkan dadu, dan tidak cukup pula hanya dengan mengandalkan ilmu alam, ilmu geografi atau apalah itu yang professor miliki. Memang alam bisa mengatur semuanya tentang hal-hal diatas? Memang alam bisa mengerti bumi bagian manakah yang membutuhkan air, atau manusia manakah yang enggan dengan air? Tidak toh. Maka, tidak bisa dipungkiri lagi, di antara gaduhnya suara-suara professor diluar sana ada satu dzat yang sangat cerdas, yang mampu mengatur dan mengayomi semua kesemestaan ini.
            Jadi, sungguh tidak salah jika dalam kitab risalah al-mu’awwanah milik Abdullah bin alawi al-attas ini menerangkan kalau “tafakkuru sanatin khoirum min ibadatu sanatin”, efek samping dari berfikir sungguhlah dasyat terasa. Tanpa merenung dan berfikir tak mungkin adalah kesimpulan diatas, dan tanpanya kalau saya hubungkan dengan ibadah pasti saat terucap dari mulut kita “hamdalah”, tak akan ada bayangan-bayangan miris yang memaksa kita untuk berterima kasih melintas dalam benak kita, hingga penghayatan atas hamdalah kita pun sebatas uapan nafas. Lain lagi jika kita berfikir, disetiap ucapan hamdalah kita pasti terputar didalamnya perbandingan-perbandingan yang ironis dimana nantinya akan mengalirkan hati kita pada  kederasan syukur yang luar biasa tentang segala sesuatu yang saat ini kita miliki. 
            Sehingga dengan satu ilmu yang berawal dari pengetahuan sepintas saya malam ini, dapat saya simpulkan, bahwa sungguhlah kita salah jika kita berkata; kitalah yang menggerakkan semua yang ada dalam tubuh kita ini. Dan dari sini juga saya menjadi berani untuk bilang kepada mereka yang anti TUHAN, “emmmm pasti akal dan hati kalian sudah niyengen ya?. Hehehe salam saya buat mereka. 8213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar