Kamis, 14 Februari 2013

PESONA PROBLEMA DITINGKAT DEWA



          Malam ini kembali kutermenenung dalam pikiranku yang sedari tadi terselimuti oleh bayangan vital hati. Dan untuk keduanya ku kembali menulis, menulis tentang dewa yang mana dalam hal ini tak salah kalau orang-orang yang tak terselebung dalam kehidupannya terdapat aktifitas jam-an yang konsis, yaitu berfikir.

          Ujung yang mengawal dalam tulisan ini, adalah tentang sebuah permasalahan yang tidak menyenangkan pastinya. Banyak diantara manusia manusia yang gundah, sedih, kecewa, dan menderita hatinya karena satu kata ini “masalah”. Pun sampai sampai Ayu ting ting turun tangan dengan iklan “anti galaunya” dalam m3, yang seakan melukiskan ini adalah sesuatu yang berstadium untuk dibahas.
          “Aku tak mengerti, apa salahku, dan mungkin jika aku bandingkan kerjaku dengan rekan yang lain aku lebih disiplin dan aktif, namun mengapa beliau kok hanya memarahi aku. Iya sih aku tahu mungkin aku tidak sepinter mereka dalam hal apapun, background aku pun tak selurus mereka, its fine…but kenapa sih kok mesti aku dan aku yang disalahkan. Bahkan tak jarang ku lihat rekan-rekanku, berbuat yang tak senonoh, but what happen, no action, seakan gag ada papa. Pun ketika dalam tugas pasti aku dan aku yang berada di posisi bawah, aku tak pernah dianggap oleh beliau. Ntah, kenapa kok sampai bisa seperti itu. Ya akhirnya tak taulah, aku hanya bisa membingkai rasa ini dengan senyum di depan mereka”. Satu contoh curhat diatas misalnya. Didalamnya melukiskan betapa mengeluh dan sedihnya dia, saat ada hal yang tidak menyenangkan menyapa dia dalam hitungan lebih dari satu, dua. Dalam satu nafas tak masalah lah, kita mengeluh, toh kita juga manusia yang tak bisa luput dari masalah, dengan catatan tak haruslah semua itu lebih dari satu jam dalam sehari.
          Tapi, kala kita mau berfikir lebih lanjut tentang satu ayat Quran “ la’in syakartum la’azidannakum”, sesungguhnya posisi yang paling tepat dan pas untuk membalas semua itu adalah posisi yang seperti itu. Posisi dimana berjalan disamping kita hal-hal yang sangat tidak menyenangkan dan kita bisa sabar sembari berfikir dan merenung. Kata syukur dalam ayat diatas itu ada karena telah diturunkannya sesuatu yang menyenangkan kepada kita, lalu ketika kita bersyukur akan hal itu, pasti Tuhan akan menambahnya. Dari situ jika kita putar 60 derajat kedepan, jika kita bisa mensyukuri semua hal-hal yang tidak menyenangkan diatas  sudah pastilah bukanlah hanya menambah yang akan dilakukan Tuhan pada kita, namun lebih dari itu, karena secara tersirat cobaan-cobaan yang telah diberikan kepada kita itu adalah sebuah nikmat yang terbungkus special buat hamba-hambanya yang mau berfikir dan bersabar. Dan semua itu sungguhlah masuk akal, toh bersyukur pada nikmat yang dhohir atau menyenangkan saja Tuhan berjanji menambahnya, apalagi mensyukuri nikmat yang menyiksa hati.
          Dari situ, sungguhlah masuk akal dan mungkin melebihi logikanya para filosof, jika para sufi itu lebih memilih anti dunia atau bahasa akrabnya zuhud dan uzlah  dari pada mengejar nominal-nominal yang tiada berarti didalamnya. Sebab alur pemikiran mereka dengan semua ketidaknyamanan ini mereka bisa meraih sesuatu yang lebih dari segalanya. Fitrah mereka sebagai manusia yang ingin selalu mendapat sesuatu yang lebih begitu mereka tonjolkan dalam konsep berfikir mereka, dan itu sungguhlah masuk akal. Karena tak ada manusia yang tak ingin lebih. Jadi sangatlah salah jika kita mengatakan mereka itu tak waras atau apalah yang tak doyan barang dunia, bukan. Namun semua itu tak lebihnya adalah sebagai usaha mereka secara logis untuk meraih sesuatu yang selain mereka mustahil untuk mendapatkannya, yang dalam hal ini adalah  “rizqun nadlor ila wajhikal karim”.  
          Dan akhirnya, para manusia-manusia dewa itulah yang menang dan bisa merasakan pesona indahnya sebuah problema, dengan kekuatan akal dan hatinya yang selalu bisa menganggap apapun masalah yang menghadang mereka adalah sebuah rezeki dan nikmat seta kesempatan untuk menjadi berarti buat orang lain. Toh pastinya masalah tak akan tercipta tanpa sebuah jalan dan sebuah kemenangan.
“karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(QS. Al-Insyiroh; 5-6)

CARA DAN TRIK :
          Seusai membaca uraian diatas, pastilah terngiang-ngiang di awan pikiran kita tentang bagaimanakah memunculkan hasrat yang siap untuk mensyukuri setiap musibah yang silih berganti menyapa kita. Jawabannya tak sulit, cukup dengan mendatangkan sebuah perbandingan yang seolah tidak masuk akal dalam kerangka pemikiran kita. Konsep perbandingan begitulah saya menyebutnya.
          Saat sesuatu yang sulit datang kepada anda, cobalah untuk membandingkannya dengan sesuatu yang lebih sulit dan berat dari padanya. Lalu, berfikirlah sekali lagi dan merenunglah, serta bayangkanlah saat ini anda sedang tertimpa musibah yang kedua tadi. Perlahan dan terus berimajinasi sampai seakan itu adalah nyata akan terjadi pada diri anda. Dan sampai pada saatnya terjadi, ternyata Tuhan mengubah planning musibah tadi yang asalanya kepala anda yang akan pecah terlindas truck diganti menjadi hape anda yang jatuh dan rusak. Sampai akhirnya, rasa syukur itu dapat kita rasakan.
          Jadi, finalnya, menuruti contoh diatas, saat kita terkena musibah hape kita jatuh dan pecah, bukannya sedih dan galau yang akan kita rasakan, tapi malah terima kasih, karena hanya sepintas hape yang pecah tidak sampai pada kepala. Dan itulah fungsi real dari konsep perbandingan. /…z_v9213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar