Sabtu, 14 Desember 2013

Pemikiran Sultan Mahmud II, Avirose, dan Karl Marx


Dari banyaknya tulisan dan catatan-catatan yang mengisahkan bagaimana hiruk-pikuk kehidupan di masa kecilnya Mahmed Khan atau yang lebih populer Sultan Mahmud II, tidak heran jika keadaan itu berdampak pesat terhadap pemikiran Mahmed kecil ketika itu. Hal itu membawa kepada sebuah kesimpulan: pemikiran bukan diciptakan atau dilahirkan, tetapi dibiasakan. Seperti halnya dengan apa telah dilakukan Mahmed dewasa ketika menjabat sebagai pemimpin di Istanbul, turki.
Semua itu—pembaruan-pembaruan yang dilakukan Mahmed—tidak bisa lepas dari masa lalu Mahmed yang kelam. Itu bisa dilihat dari potret sejarah mengenai bagaimana keluarga kerajaan—yang masih dipimpin oleh Sultan Salim II (sultan ke—31)—dibantai oleh para pemberontak yang tak bukan adalah para penganut Islam konservatif yang sangat menentang pembaruan. Dengan demikian tidak heran jika satu kesimpulan dasar yang berdampak kepada embrio pemikirannya: menolak tradisionalisme secara total.[1]
Pemikiran Mahmed, sekilas memang sama dengan apa yang pernah digagas oleh pemikir-pemikir pendahulunya. Akan tetapi jika diamati secara historis, itu semua berbeda. Pemikiran pembaruan Mahmed muncul bukan karena apa yang dia dapat dari sekolah atau guru-guru besarnya seperti halnya Avirose , Avicea, dan lainnya. Pemikiran mahmed murni muncul karena keadaan yang saat itu muncul: terbunuhnya keluarga tercintanya oleh kaum Jenisarry—para kaum tradisionalis, penolak pembaruan—bukan karena doktrin-doktrin liberal dari guru-gurunya. Hal itu bisa dibenarkan juga dengan adanya bukti kalau Mahmed kecil hanya pernah di sekolah agama. Bahkan sekolah agama itu pun dikuasai oleh orang-orang dari kelompok tradisionalis.  Selain itu, Mahmed hanya sempat mengenyam pendidikan sastra.  Sehingga sulit disimpulkan, kalau pemikiran Mahmed itu hasil doktrin dari para guru-gurunya.
Di wilayah lain, salah satu bentuk emanasi dari pemikiran Mahmed adalah persamaan kelas. Itu adalah tentang usaha kecil Mahmed untuk menyamaratakan semua golongan. Manifestasi akan itu—karena memang usaha kecil—adalah keharusan para rakyat untuk memakai pakaian ala barat dan keharusan untuk para pegawai kesultanan menanggalakna baju yang selama ini terkesan glamour. Dengan demikian, sedikit demi sedikit, dari segi penampilannya antara rakyat jelata dan para pegawai kesultanan memiliki satu kesamaan: berpenampilan. Selain itu usaha-usaha susulan yang dilakukan Mahmed antara lain: mengharuskan rakyat yang bertamu untuk duduk sejajar dengan Sultan beserta stafnya, mengharuskan adanya proses yang wajar dalam mengklaim seseorang ketika akan dihukum, dan sebagainya.
Dari poin pemikiran Mahmed yang kedua ini, itu sama dengan kesimpulan Karl Marx mengenai persamaan kelas yang berada di Jerman. Dalam hal ini, kesamaan itu bisa diamati melalui keadaan kecil Marx dan Mahmed. Jika Mahmed pemikiran pembaruan itu muncul karena konflik berdarah dalam keluarganya sendiri, sedangkan Mark dari konflik pemerintahan yang menindas para kaum buruh hingga tidak ada bedanya dengan sapi-sapi yang digunakan para pembajak untuk membajak sawahnya. Keduanya hidup di satu zaman dengan tempat yang berbeda, tetapi karena Mark baru lahir di umur Mahmed yang sudah 33 tahun, boleh jadi salah satu kiblat Marx adalah Mahmed II.
Pada akhirnya, selepas beberapa puluh tahun dari tragedi berdarah di kesultanan dengan dipungkasi tewasnya Sultan Salim II, Mahmed selaku Sultan yang ke—33 sukses untuk melancarkan operasi pembaruannya terhadap Turki selama 31 tahun menahkodai kesultanan dengan beberapa sistem pemerintahan yang sudah didemokrasikan.[2] Dan satu hal lagi yang tidak bisa dilupakan dalam operasi itu: pembantaian kelompok-kelompok tradisonalis yang dulu pernah menbantai karena menolak adanya pembaruan di kalangan kesultanan. Dendam itu terbalas.  Sehingga boleh jadi, salah satu faktor terbesar yang mendasari pemikiran Mahmed adalah dendam yang membara kepada kaum-kaum tradisionalis Turki, Jenissari.



[1] H. Aip Aly Arfa, "Pemikiran Moderen Dalam Islam di Turki" dalam http://aip-aly-arfan.blogspot.com/2011/12/pemikiran-moderen-dalam-islam-di-turki.html, diakses tanggal 01 Desember 2013.

[2]Baiq Widia Nita Kasih, "Perkembangan Pemikiran Dalam Islam Sultan Mahmud Ii" dalam http://bqwidianitakasih.blogspot.com/2012/05/makalah-perkembangan-pemikiran-dalam.html, diakses tanggal 01 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar