Senin, 16 Desember 2013

Islam Mistis: puing-puing kejayaan Islam Baghdad


            Dari penjelasan di atas, Islam Mistis banyak disebut sebagai satu-satunya ajaran Islam yang berkembang di Jawa ketika itu. Dipungkiri atau tidak, hal tersebut memang benar. Dan alasan yang paling logis akan itu adalah  keputusan muslim-muslim di Timur untuk meninggalkan pengetahuan dan beralih ke ranah tasauf. Hal itu terjadi paska hancurnya dinasti Abbasiyah selaku pencetus masa kejayaan Islam di Baghdad pada abad ke—15. Dan jika itu dikaitkan dengan Islam di Jawa, maka pemandangan yang ada sangatlah kontras: saat Islam menurun di Timur—sampai berakibat penyeberan aliran mistis tasauf—islam berkembang pesat di Jawa, dan itu terjadi di waktu yang relatif sama. Kemudian bersamaan semakin banyaknya muslim yang lebih suka tasauf, muslim-muslim yang sufi tersebut pergi ke Indonesia untuk menghibur diri dengan sekalian menyebarkan Islam mistisnya. Dengan demikian Islam yang dulu ada di Indonesia adalah Islam yang cenderung kepada tasawufnya yang sarat akan mistisisme.[1]   
            Di wilayah lain, keadaan yang seperti itu ternyata justru memudahkan kedua belah pihak: pihak Jawa dan muslim Arab, untuk saling menyapa. Hal itu disebabkan oleh adanya kesamaan antara keduanya, yaitu sama-sama mendalami ajaran yang mistis: Islam dengan tasawufnya dan Jawa dengan Sinkretismenya antara dia dan Hindu. Dengan demikian, mengutip pepatah yang sudah lazim: tak kenal maka tak sayang, maka antara Ajaran Jawa dan Islam bisa dengan mudah saling terpaut dan tertaut.
            Pada akhirnya, wajar saja jika Islam yang sebenarnya masuk ke Indonesia adalah Islam mistis, bukan Islam yang sarat akan pengetahuan dan berperadaban. Namun, tidak bisa dinafikan juga, berkat hal tersebut, Islam bisa berkembang pesat di Jawa. Darinya, bisa dibayangkan: seandainya yang dulu tersebar di Indonesia ini adalah Islam yang sarat akan pengetahuan dan menolak hal-hal yang mistis, maka semuanya pasti akan berbeda. Dan kemungkinan terbesar akan itu adalah tidak diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa. Dan selanjutnya, ketika saat Islam tidak diterima di Indonesia, maka suatu ketidakmungkinan juga kalau sekarang kita bisa menikmati Islam.



[1] Drs. H. M. Darori Amin, MA (ed.), Islam dan Kebudayaan Jawa, hlm. pengantar.         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar