Rabu, 18 Desember 2013

Murba


Kali pertamanya, yaitu paska Indonesia merdeka, Istilah partai-partai barulah muncul dan turut mewarnai dan memulai percaturan politik Indonesia. Awalnya, karena memang bau harumnya kemerdekaan Indonesia yang diraih dengan penuh nuansa heroik masih tajam di hidung bangsa Indonesia, satu institusi ini—partai—ada tanpa adanya tujuan negatif seperti sekarang. Saat itu, partai-partai yang lahir di Nusantara ini tak lain hanyalah untuk mengisi kemerdekaan. Sehingga, semuanya mampu bersaing dan bersama-sama membangun bangsa.
Dan di tengah-tengah atmosfir perpolitikan yang masih segar ketika itu, Partai Murba lahir dari seorang tokoh yang biasa dikenal dengan Tan Malaka. Sebetulnya, Murba dibentuk bukanlah sebagai partai, tetapi sebatas sekolah politik. Dulu, disamping memang partai itu adalah sebagai salah satu wadah untuk kader-kader bangsa belajar politik, tetapi Murba hadir dengan situasi yang berbeda. Murba—yang ketika itu masih berupa sekolah politik—menghadirkan beberapa kajian yang dipandang lebih dari partai lainnya, yaitu analisa pemikiran. Melalui ini, kader-kader yang ada dalam Murba belajar membaca semua pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh luar biasa bangsa dan dilanjutkan dengan belajar berfikir seperti mereka. Dengan demikian, tidak salah jika Murba di pandang lebih dari lainnya.
Kemudian, disebabkan adanya kader-kader yang dipandang sudah mampu dan siap untuk berpolitik, Murba bermetamorfosis menjadi partai politik. Kejadian itu terjadi sekitar tahun 1948[1] atas usulan anggota-anggotanya. Selain itu, alasan lainnya yang mendasari berdirinya Murba sebagai Partai adalah pemikiran Tan Malaka yang memandang bahwa Pancasila akan pincang jika tidak diimbangi dengan pemikiran-pemikiran yang brilian dari para generasi-generasinya.[2] Dan hal itu juga tersirat dari salah satu ungkapan Soekarno: setiap tindakan itu harus didahului dengan pemikiran, begitu pula dengan Pancasila. Pancasila adalah cita-cita luhur bangsa yang harus diamalkan, sehingga pemikiran adalah harga mati di dalamnya.
Lebih detailnya, Istilah Murba murni lahir dari benak Tan Malaka. Itu bukan karena pikiran atau kesengajaan berfikir, tidak. Akan tetapi, nama Murba ada selepas Tan Malaka mendengar salah satu falsafah Jawa: Gusti ingkang murbeng Dumadi.[3] Murbeng dalam kalimat tak bertuan itu berasal dari kata murba dan ing yang berarti merujuk, rujukan atau tujuan. Jika perihal tersebut lebih dipahami lebih mendalam lagi, tujuan di situ bermakna ganda: bisa jadi itu terpusat kepada sesuatu yang lebih atas dari yang paling atas, yaitu Tuhan, itu karena ada satu kata Gusti dalam kalimat falsafah Jawa di atas dan boleh jadi juga, itu tertuju pada suatu center point. Dalam arti, bagaimanapun juga Partai Murba ini harus memiliki tujuan yang positif, membangun, jelas, dan konsisten pada tujuan awal didirikannya partai ini: sebagai wadah pembelajaran politik berdasar pemikiran-pemikiran yang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga darinya, Murba terhindar dari kesalahan-kesalahan yang telah banyak dilakukan oleh partai-partai politik dewasa ini yang sangat kontras dengan tujuan kali pertamanya ia didirikan.
Akan tetapi, seiring bergantinya tahun dan periode kepemimpinan, Partai Murba terlibat dengan pemilihan umum 1955 layaknya partai lainnya. Dipungkiri atau tidak, di titik inilah tanda-tanda kehancuran Partai Murba mulai nampak. Dan satu-satunya hal yang paling bertanggung jawab dalam hal ini adalah kekecewaan. Dalam tanda kurung, kekecewaan di sini adalah manifestasi nyata dari beberapa pihak yang kalah dalam pemilihan, sehingga dari kekalahan itu melahirkan tendensi-tendensi baru yang sangat kontras dengan tujuan awal berdirinya partai, yaitu hasrat akan kekuasaan. Sehingga dengan semakin bertambah rumitnya percaturan politik bangsa paska pemilu 1955, muncul istilah pengkambing hitaman yang nantinya Partai Murba inilah yang menjadi sasaran utamanya setelah PKI.
Dari situasi yang semakin memanas tersebut, Partai Murba diklaim sebagai salah satu partai yang tidak berasaskan pancasila. Sehingga, hal itu membuat Partai Murba diburu dan akhirnya berakhir dengan pembekuan partai serta pemikiran-pemikiran Tan Malaka.[4] Dan dari kejadian itu, sesuatu yang paling perlu diperhatikan adalah dijadikannya Pancasila sebagai alasan untuk membekukan partai. Itu merupakan suatu titik absurd yang benar-benar terjadi di masa lalu: bagaimana hal sekecil itu—dalam pandangan masyarakat 2013—bisa merubah nasib partai sekaliber Murba?.




[1] “Murba” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Murba diakses pada 17 desember 2013.
[2] Argawi Kandito, Tan Malaka The leadership Secrets of (Jakarta: ONCOR, 2012) hlm. 64.
[3] Argawi Kandito, Tan Malaka The leadership Secrets of, hlm. 60.

[4] Argawi Kandito, Tan Malaka The leadership Secrets of, hlm. 61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar