Kamis, 12 September 2013

Nabi Persia: Zoroaster


         
Sejak seminggu silam saya masuk kelas, baru hari ini saya terlibat dalam sebuah diskusi yang serius. Diskusi ini membahas mengenai agama, keyakinan, surga, dan neraka. Semuanya berjalan seru, menarik, dan lancar. Jam yang seharusnya diisi materi B. Arab oleh bapak Muhdlir, full terisi dengan diskusi. Dan rasanya, hari ini saya lebih banyak dapat ilmu dari pada hari-hari sebelumnya.
          Dari panjangnya perjalanan diskusi yang dipimpin langsung oleh pak ketua kelas saya tadi, ada beberapa hal yang sangat menarik hati dan pikiran saya untuk memperdalaminya lebih jauh. Pertama, dari ungkapan Agus Setiadi tentang agama samawi. Dengan jelas dan unik dia menjelaskan kalau agama samawi itu adalah apapun agamanya yang asalnya dari langit, dalam tanda kutip berasal dari wahyu.
Sampai malam ini saya belum tahu arti sebenarnya tentang agama samawi itu sendiri. Tapi menurut saya, kalau dipukul rata agama samawi adalah yang berasal dari wahyu, berarti islam adalah agama samawi. Padahal, setahu saya islam ya islam, dan justru agama-agama yang ada sebelumnya itulah yang disebut sebagai agama samawi. Saya masih belum tahu jelasnya
          Kedua adalah tentang agama Zoroaster. Agama ini disebut juga sebagai agama samawi. Alasan Agus menyebutnya adalah adanya kitab suci dalam agama tersebut. Namanya adalah kitab suci Avesta. Pertanyaan saya, apakah semua kitab suci itu pasti berasal dari wahyu. Dalam hal ini saya juga belum bisa menemukan kejelasan. Namun, dalam bukunya Drs. Samsul Munir Amin, M.A.: Sejarah Peradaban Islam, tertulis bahwa dalam agama ini juga tercipta seorang nabi. Nabi ini tenar dengan sebutan “Nabi Persia”. Di waktu yang sama, pikiran saya heboh dengan sendirinya. Kalau agama ini dibawa oleh seorang nabi, tidak menutup kemungkinan agama ini tidaklah terlalu melenceng dengan islam.
          Dalam kacamata lain, saya teringat bukunya Bapak Dawam Rahardjo: Paradigma Al-Quran. Di dalamnya beliau mengintepretasikan ayat Quran (40.78) sebagai basis untuk menyimpulkan kalau nabi tidaklah sedikit dan sebatas di kawasan Arab dan sekitarnya, tapi bisa lebih dari itu. Di Jepang, Cina, dan bagian-bagian lainnya sangat memungkinkan adanya nabi. Dan jika seseorang berpotensi disebut sebagai nabi pasti di sana ada keagamaan, ada ajaran, dan ada suatu keyakinan. Zoroaster salah satunya. Sebatas pengetahuan saya, agama ini menyimpulkan bahwa alam ini berjalan sesuai dengan “kanun” tertentu dan dalam alam selalu ada pertentangan, ada hitam ada putih, gelap-terang, subur-tandus dan lain sebagainya. Sekilas saya membaca, ajaran seperti itu sudah lebih dari cukup jika diterapkan menjadi sebuah keyakinan dan acuan spiritual, mengetahui agama ini telah ada sekitar tahun 583 SM.
          Dalam satu nafas, saya menilai konsepsi tentang Allah belumlah ada pada saat itu. Konsep Ketuhanan manusia-manusia Zoro masih sangat terbatas. Sehingga, secara praksis mereka masih dominan pada praktek agama-agama sebelumnya yaitu menyembah api. Meski yang mereka sembah adalah api, saya kira ajaran yang terkandung dalam agama ini berbeda.
          Dan hingga akhir diskusi, saya masih belum menemukan jawaban yang sesuai dengan pikiran saya. Semuanya masih blur. Tidak ada alasan yang jelas untuk mengatakan kalau para pemeluk agama Zoroaster adalah calon penghuni neraka, begitu juga sebaliknya.
Menurut beberapa sumber, secara umum, sejarah lahirnya mu’tazilah juga mirip dengan core dalam catatan ini. Mu’tazilah ada sebagai solusi atas beberapa golongan yang ragu akan masa depan abadinya kelak: surga atau neraka.zev.110913

Tidak ada komentar:

Posting Komentar