Jumat, 06 September 2013

Arabnya Islam

Hari pertama saya masuk kuliah, saya masuk kelas B. Saya tidak menyesalinya, pada saat test kebahasaan kemaren saya telat setengah jam, sehingga 25 soal terlewati sudah. Tapi lumayan meski demikian saya bertemu orang-orang luar biasa di sini: Alfaiz, Jawes, dan satu lagi lupa saya siapa namanya. Saya akan membumi dengan mereka ditemani oleh Bapak Ibnu Muhdlir, seorang guru Alfiyah ibnu malik di pondok Al-Munawwir Krapyak Jogja. Beliau hebat.
            Di hari pertama ini, banyak sekali refleksi yang sebelumnya belum pernah saya temukan. Semuanya baru, termasuk pola pikir yang barusan saya tangkap oleh teman-teman dan lebihnya oleh bapak Muhdlir. Refleksi pemikiraan yang bebas, menarik, dan perlu untuk dibahas.
            Bapak muhdlir bercerita panjang lebar mengenai keadaan politik di Timur Tengah sana. Mulai dari masa Presiden Khadafi, konflik internal Mesir hingga pada Presiden Assad di Suriah. Semuanya sangat bertentangan dengan Islam sendiri. Mereka membunuh sesama muslim.
            Dalam ranah pemikiran saya, meski konflik seperti itu di mata kita adalah sesuatu yang abmoral dan tidak berperikemanusiaan, belum tentu di mata mereka sama dengan apa yang kita pikirkan. Kejadian ini tidak terlepas dari sisi sejarah dari bangsa Timur Tengah. Saya teringat salah satu buku yang pernah diceritakan Al kepada saya: Kholifah Islam. Buku ini terdiri dari 4 jilid tebal-tebal. Semuanya menceritakan detail tentang 4 pemimpin istimewa Islam. Di dalamnya saya menemukan sesuatu yang awalnya ganjil dalam benak saya. Abu bakar adalah seorang pembunuh, beliau memerangi sesama muslim yang tidak mau membayar zkat. Dalam satu pendapat, kebijakan itu dilakukan demi kemaslahatan umat. Tapi dalam pendapat lain itu hanyalah permainan politik Abu Bakar saja.
            Sejenak, dari sejarah kelam di atas, tidak salah jika hari ini negara-negara Timur Tengah saling membunuh sesama muslim. Dengan alasan apapun tetap saja namanya membunuh. Tidak jauh dengan sejarah kelam para pemimpin Islam yang berbudaya arab dulu.
            Dalam bagan lain, menurut saya tindakan Abu bakar sangat di dominasi oleh keadaan budaya Arab pada saat itu. Yang mungkin hanya dengan berperang itulah masalah dapat terselesaikan. Islam saat itu sangat kental dengan budaya Arab, semua yang dilakukan Rosulullah termasuk para sahabat-sahabatnya juga tidak bisa terlepas dari budaya itu. Sehingga sedikit-sedikitnya pasti Hadist-hadist yang hingga saat ini masih ada, itu mengandung sisi budaya arab yang sangat kental.
            Budaya Arab dengan budaya Indonesia sangat berbeda. dan dalam pendekatan ini bapak Muhdlir memberikan pendapat lainnya yang benar-benar membuat saya merenung. Dan ini masuk pembahasana lain yang saya dan teman-teman diskusikan kemaren.
            Antara rohmatan lil alamin atau tidak. Iya pertanyaan itu yang menarik. Dan ini membahas tentang poligami.
Dalam Islam poligami itu boleh. Saya tidak tahu atas alasan apa Quran memperbolehkan poligami. Alasan budaya arabkah, atau apakah, saya belum mengetahuinya. Yang pasti di mata pribumi poligami itu sangat tidak rohmatan lil alamin. Tidak ada kebahagiaan bagi korban poligami. Tidak ada wanita yang mau dimadu. Masyarakat muslimah tidak bahagia dengan hukum Quran tentang poligami. Lantas, masihkah Islam pantas disebut sebagai rohmatan lil alamin, mengetahui dampaknya yang merugikan sebagian pihak. Saya tidak tahu.
Selayang pikir, perbedaan budaya ini sangat memojokkan Islam. Sebenarnya, yang benar itu apakah Quran yang mengikuti budaya ataukah budaya yang mengikuti Islam. Ini pernah pula saya diskusikan dengan Bapak Muqsith: dosen saya di Inkafa. Jawabannya tetap sama bahwa al-Quranlah sumber semua ilmu: budaya itu ikut pada Quran. Ini masih tidak bisa memuaskan pertanyaan saya. Dalam benak saya, banyak kenyataan-kenyataan yang membuat saya yang menyimpulkan kalau Quran itu mengikuti budaya. Lebih tepatnya budaya Arab. Semua hukum-hukum yang ada dalam al-Quran dominan dengan kultur-kultur di Arab.
Salah satunya adalah tentang hukum Qisos. Bapak Muhdlir menjelaskan kalau hukum Quran itu tidak datang secara tiba-tiba. Melainkan sudah pernah diaplikasikan di masa-masa sebelum Quran membumi. Adalah salah satu bangsa di daerah Arab sekitar abad ke 5 Masehi. Sederhananya, dalam bahasa saya pra peradaban Arab ada dua suku yang berdekatan. Sebut saja suku A dan suku B. Jika salah satu anggota dari suku A membunuh suku B, maka tidak masalah bagi suku B untuk membunuh balik salah satu dari suku A. Hukum timbal balik mereka pandang sebagai solusi terbaik. Dan di luar sejarah Quran, sejarah dua suku Arab pra peradaban ini menurut saya sesuai dengan hukum Qisos dalam Al-Quran. Itu terdapat dalam bukunya Karel Amstrong: Sejarah Tuhan.
Untuk kali kesekiannya, saya mengangguk-angguk. Kalau saya pikir bisa juga pendapat Karl Amstron itu sebagai cerminan Quran sehingga ada hukum Qisos di dalamnya. Selain itu, yang membuat saya terlena adalah kesimpulan Bapak Muhdlir di awal: hukum Quran itu tidak datang secara tiba-tiba tapi sesuai dengan sejarah bangsa-bangsa hebat dahulu.Quran tidak bisa lepas dari sejarah.
Jadi, dari catatan ini, saya jadi tahu kenapa dalam buku-buku sejarah anak MI yang tertulis adalah sejarah kebudayaan Arab bukan sejarah kebudayaan Islam. Karena sekilas memang Islam itu adalah oleh orang Arab, dari orang Arab, dan untuk orang Arab. Indonesia harus punya Islam yang Indonesia.zev.030913

                                                           
Oleh : Muhammad Saifullah

           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar