Rabu, 25 September 2013

Kesalahan, Ketakwaan, dan Kemanusiaan




          Untuk kali kesekian, banyak sekali jendela yang terbuka dalam pikiran saya mengenai kata takwa dalam arti yang sebenarnya. Masih segar dalam ingatan saya mengenai: bagaimana saya dulu menganggap betapa dominannya kata takwa itu dengan ritual-ritual islami. Seolah takwa itu sebatas sembahyang dluha 8 rakaat, tahajjud 4 rakaat, berpuasa senin-kamis setiap minggu, cuek dengan urusan-urusan dunia, dan kawan-kawannya. Saya dulu menganggap takwa hanya ada dalam pesantren yang sarat akan syariat. Makna takwa tersempitkan dalam ruang pikir saya lalu. Akan tetapi, sekarang berbeda.
          Takwa mempunyai yang lebih dari majemuk. Di setiap maknanya melibatkan dimensi-dimensi yang berbeda. Dalam catatan saya kemarin, takwa melibatkan dua dimensi sekaligus secara seimbang. Adalah antara hubungan kita dengan manusia dan hubungan kita dengan Tuhan. Bukan hanya usaha pendekatan diri di waktu pra subuh saja yang perlu dilakukan, tetapi konsisten pada ucapan kita dalam penetapan janji juga 50% sebanding dengan yang pertama. Bentuk praksis takwa sangatlah luas dan mendasar.
          Di bagian ayat lainnya, saya baru tahu jika Tuhan menitik beratkan takwa pada zona horisontal, zona kemanusiaan. Dalam ayat ini (3.134) sungguh jelas bagaimana takwa diformulasikan dengan begitu simpel. Siapapun bisa menjadi takwa melalui jalur ini. Yaitu mengenai sedekah. Seorang muslim bisa jadi adalah seorang yang takwa kalau sudah bisa konsisten untuk sedekah dalam keadaan apapun, baik ketika susah maupun senang. Tidak mudah marah dan hobi memaafkan kesalahan orang lain, juga terlibat dalam ruangan ini. Dari ayat tersebut, saya berani menyimpulkan tentang pentingnya mengalah dalam berhubungan dengan manusia. Kita hidup di zona kemanusiaan bukan zona ketuhanan. Jadi saya kira poin-poin dalam ayat tersebut lebih penting dan simpel untuk dijadikan parameter seseorang disebut takwa, bukan pada betapa hitamnya dahi mereka sebab sujud-sujud yang terlalu lama.
          Secara tersirat, ayat itu melukiskan betapa perhatiannya Tuhan pada hambanya yang tidak mampu. Sedekah ada karena ada seorang yang membutuhkan. Dan lewat ayat ini Tuhan mengekspresikan bentuk intervensi-Nya pada hambanya yang tidak mampu, melalui hamba lainnya yang lebih mampu. Pun, yang membuat saya heran, ternyata bukan dalam keadaan kaya saja seseorang dianjurkan untuk sedekah. Dalam keadaan dlorro’ (susah) pun, kita dianjurkan untuk sedekah. Satu bukti betapa vitalnya berbagi dengan sesama. Dan jika saya hubungkan dengan ayat yang terpaut tentang takwa dalam surat al-Baqoroh, aplikasi ini sangat direkomendasikan untuk keluarga yang dekat. Sedekah pada keluarga yang terdekat memiliki value yang lebih.
          Dan yang membuat saya gumun adalah keterkaitannya kata salah, jelek, buruk, dan lainnya dalam takwa. Hipotesis saya selama ini menganggap takwa itu bersih dari kata-kata itu. Seorang yang dikata takwa sudahlah jauh meninggalkan sesuatu yang yang berbau khilaf seperti itu. Akan tetapi berbeda dengan ayat ke 134 surat Ali Imran. Dalam pengamatan saya, kekhilafan atau kesalahan seseorang sangat mungkin sekali menjadi bagian terpenting disebutnya yang bersangkutan sebagai seorang yang takwa. Dalam paragraf ini makna takwa sungguh relatif. Dikatakan seorang yang usai berbuat salah lalu sadar dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya, sudah pantas disebut takwa. Dalam satu sudut.
          Melalui kacamata yang berbeda, saya memandang keluwesan Quran terhadap takwa sedikit berbeda dengan paragraf sebelum ini. Dalam lain wilayah, ketika sudah jelas terbaca bahwa perilaku negatif juga termasuk bagian dari takwa, seakan tersirat motivasi yang istimewa dari Tuhan. Adalah tentang trial and error. Bisa jadi melalui ayat ini Tuhan bilang: mencobalah selalu, salahlah, dan temukanlah. Kata yang sangat bijak. Pun itu adalah bagian dari makna takwa. Takwa itu simpel: saat yang lainnya istikomah dalam kelurusan orang lain, kita jatuh bangun mencari-cari kelurusan kita sendiri.
          Darinya, saya juga teringat kisah Lincoln. Presiden hebat AS yang hidupnya penuh dengan kata “trial and error”. Satu kalimat yang sudah paten harus ada dalam setiap kehidupan calon manusia-manusia istimewa (takwa).zev250913
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar